Jumat, April 28, 2006

Sahabat dimanakah engkau berada

Persahabatan dengan sahabat karibku akhir-akhir ini mulai renggang, entahlah apa penyebabnya. Aku mulai merasakan ketidak hadirannya dalam hidupku ketika tak ada lagi komunikasi diantara kami. Aku sendiri sebenarnya sudah mencoba menghubunginya baik lewat sms atau telpon, tapi hasilnya selalu nihil, smsku tidak pernah lagi terbalas telponku pun tak pernah terjawab pula. Mungkin sudah ganti nomor hp atau memang lagi sibuk sehingga sahabat terbaikku itu tak sempat menjawab sms atau mengangkat telpon dariku. Awalnya memang aku berpikiran begitu tapi lama kelamaan ada sedikit keganjilan, masa sih aku yang terus menghubunginya tak pernah ada jawaban. Aku coba bertanya pada teman-teman dekatnya namun mereka pun hanya berkata ”tidak tahu”.

Aku hanya ingin tahu penyebab dari semua ini dan aku mencoba bermuhasabah diri apakah ini dikarenakan kelalaianku atau memang sahabatku itu tidak mau lagi berteman dengan diriku. Sungguh aku begitu merasa kehilangan atas kealfaan dirinya dalam hidupku. Begitu banyak kenangan indah yang telah kami ukir dengannya. Ketika aku sedang dalam keadaan sedih dialah yang selalu menghiburku ketika kegembiraan datang menghampiri kami merayakannya. Sungguh jika aku mengingat kenangan-kenangan itu aku merasa sedih.

Begitu sedihnya aku sehingga aku terus mencoba menghubunginya lewat telpon tapi tetap telponnya tak pernah diangkat. Ingin rasanya aku melupakan dirinya tapi sungguh aku tak bisa. Aku takut kealfaan dirinya dalam hidupku dikarenakan kesalahan yang telah aku perbuat dan jika ini benar maka sungguh aku akan merasa berdosa sekali. Doaku, semoga ini tidak berkelanjutan sehingga aku bisa mendengar gelak tawa dan senyumnya dalam hidupku kembali.

Memang aku menyadari dalam kehidupan ini ada pertemuan ada juga perpisahan tapi apakah memang beginikah caranya kami berpisah? Sungguh jika aku harus berpisah dengannya, aku hanya ingin perpisahan ini dilandaskan dengan kebaikan sebagai mana dulu kami bertemu dengan kebaikan. Tak pernah kubayangkan jika aku tak bisa bertemu dengannya lagi dan ini disebabkan oleh keteledoran diriku, penyesalanlah yang aku temukan untuk saat ini.

Atau memang beginikah Allah mengajarkan kepada hamba-Nya tentang arti persahabatan sejati? Persahabatan yang dilandaskan kecintaan kepada-Nya. Dan hikmahnya kelak kami akan dipertemukan kembali. Mungkin inikah sebuah proses pembelajaran diri bahwa persahabatan sejati adalah harus dengan adanya perpisahan tapi bukan perpisahan untuk selamanya tapi perpisahan untuk bertemu kembali. Semoga.

Sahabatku, dimanapun engkau sekarang berada aku berharap engkau dalam keadaan sehat dan selalu berprasangka baik terhadapku. aku akan selalu berdoa untukmu semoga Allah memberikan karunia-Nya kepadamu dan kelak kita bisa bertemu kembali. Sahabatku, aku hanya ingin persahabatan yang telah kita ukir bersama ini tidak berbuah dengan kebencian. Jika dalam persahabatan ini terdapat kesalahan dariku mohon maafkan karena sungguh itu semua adalah kelemahanku sebagai manusia dan kelak jika kita bertemu kembali semoga senyum manismu selalu akan ku temukan pada setiap pertemuan kita.

Ah, sahabatku.... memang dalam kehidupan ini terkadang ada saja kesalahan yang disengaja atau tidak yang telah aku perbuat kepadamu tapi sungguh itu semua tidak aku sadari. Aku hanya mencoba mempertahankan persahabatan ini. Aku percaya bahwa Allah begitu sayang kepada hamba-Nya dan kejadian ini adalah bukti dari kasih sayang-Nya.

Sahabatku, aku teringat kepada sebuah kisah persahabatan Rasulullah dengan para sahabatnya. Begitu banyak halangan dan cobaan yang menerpa persahabatan mereka tapi mereka tetap berusaha mempertahankannya hingga di syurga. Aku teringat ketika Rasulullah luka parah akibat perang uhud dan para sahabatnyalah yang menjaga beliau. Bahkan aku terhenyak ketika membaca kisah seorang sahabat yang hampir wafat akibat perang uhud tersebut dan ia begitu kehausan. Lalu seorang sahabat yang luka parah pula menghampirinya dengan membawa air minum untuk diberikan kepadanya. Ketika sahabat itu hendak meminumnya terdengar dari sebelahnya seorang sahabat yang hampir wafat juga membutuhkan air tersebut, kemudian ia pun memberikan kepadanya dan ia pun meninggal. Sahabat yang diberi air itupun hendak meminumnya tapi dari kejauhan terdengar sayup-sayup seorang sahabat meminta air karena kehausan. Ia pun berusaha menghampirinya untuk memberikan air tersebut dan ia pun berhasil memberikannya tapi sungguh sebelum air itu diminum ia telah gugur. Tahukah engkau sahabat, orang yang memberikan itupun tak lama kemudian meninggal dan akhirnya air tersebut tidak ada yang meminumnya. Masya Allah. Begitu indah persahabatan yang telah mereka ukir dan tentunya bagi mereka syurgalah balasannya. Semoga aku juga bisa meniru mereka.

Rabu, April 19, 2006

TAPLAK

“ Bapak ada, Yun ?” tanpa permisi lebih dahulu, pemilik suara itu nyelonong masuk. Kontan saja hal ini membuat Yuni yang sedang asyik membaca UMMI jadi kelabakan. Secara reflek Yuni menyambar taplak meja yang ada dihadapannya.

“Lho... ditanya kok malah mainin taplak meja, Yun ?” untuk kesekian kalinya tetangga yang satu ini membuat Yuni salah tingkah.

“Oh... eh... Bapak ada dibelakang “ . Tunggu sebentar, ya Mas ! oh iya silahkan duduk dulu Mas ! kata Yuni basa basi. Sambil menahan senyum si Mas menerima tawaran Yuni.
Setelah memanggil Bapak , Yuni melanjutkan keasyikannya yang sempat tertunda.
Namun tak urung tragedi barusan mengurangi konsentrasinya.

“Astaghfirullah... untuk yang kesekian kalinya aku kecolongan,” gumam Yuni sambil melepas jilbab daruratnya dan menggantinya dengan jilbab kaos warna Pinknya. Dibiarkan si UMMI tergeletak diatas meja, lalu Yuni bergegas ke dapur untuk memuliakan tamunya. Sesudah mengenalan kaos kaki, Yuni menghidangkan jamuan keruang tamu.

“Lho.. taplak mejanya mana ? kok nggak dipasang lagi ?” goda si tetangga membuat wajah Yuni merah padam. Bapak yang tidak tau permasalahannya langsung menjawab “oh... taplaknya sedang dicuci, habis......” belum selesai perkataan yang diucapkan bapak, Yuni sudah ngeloyor masuk.

Diambilnya kembali UMMI yang sempat tertunda . Belum sempat dibuka lembar demi lembar majalah kesayangannya itu, pikir Yuni menerawang pada tragedi tadi. Bagaimana agar kejadian tadi tidak terulang kembali.

Rasanya malu pada “ DIA ” kalau hal tersebut menjadi tradisi, gumam hati Yuni. Memang bentuk rumah orang tua Yuni yang berpintu lurus dari depan hingga kebelakang ini, membuat jilbaber yang berada didalamnya harus ekstra hati - hati untuk masalah penutupan aurat. Hal ini diperparah dengan kebiasaan tetangga dan beberapa kawan - kawan adiknya yang sering ngeloyor masuk tanpa permisi.

Alhamdulillah, ada akal nich ! bergegas Yuni keluar menuju kios “MAFAZA” yang tidak seberapa jauh. Belum ada sejam Yuni sudah kembali sambil membawa sebuah stiker. Dilihatnya ruang tamu sudah kosong. Ah... mumpung lagi sepi langsung dipasang saja, batin Yuni. Setelah mengambil kursi, Yuni memasang stiker tersebut pada tempat yang strategis. Dengan mengucapkan Basmallah diletakkanya stiker itu pada pintu masuk bagian atas. Mudah - mudahan ada manfaatnya, harap Yuni.

Ternyata harapan Yuni tidak sia - sia, terbukti setelah pemasangan stiker bertuliskan jangan masuk sebelum memberi salam. Tragedi jilbab taplak meja tidak terulang lagi.

Selasa, April 18, 2006

Manajemen Curhat

Mencurahkan isi hati (curhat) merupakan kebutuhan fitrah setiap insane untuk menyalurkan pikiran dan perasaan. Kala hati terasa gundah, atau pikiran yang terasa sesak curhat pun bisa menjadi alternative penyaluran endapan emosi untuk melegakan hati atau bahkan mencari solusi.

Dr. Neil Jacobson, peneliti kejiwaan pada Universitas Washington percaya betul manfaat curhat. Menurutnya, membiasakan curhat secara sehat kepada pasangan hidup dapat membantu suami istri mengelola stress. Bahkan, menurut John M. Gottman dan Nan Silver dalam The Seven Principles For Making Marriage Work kemampuan mengelola curhat secara benar antar pasangan merupakan metode yang efektif untuk mengupayakan perbaikan hubungan antara suami istri, yang sedang tegang sekalipun.

Bukan asal curhat
Untuk memperbaiki hubungan dan mencari rasa plong di dada, muslimah pun perlu melakukan curhat. Tetapi perlu diingat, curhat yang tak terkendali justru bbisa menjadi boomerang dan berdampak fatal.

Penyimpangan curhat bisa juga terjadi bila seorang muslimah curhat tanpa bersikap selektif. Misalnya saja curhat pada orang yang salah dan tidak amanah atau melakukan curhat yang isinya tidak proporsional/tidak relevan. Sering terjadi sebagian muslimah mencurhatkan sesuatu yang sebenarnya hanya perlu diadukan kepada Allah. Atau sebaliknya menutupi sesuatu yang seharusnya dicurhatkan kepada orang lain.

Islam sangat mengenali suasana kejiwaan manusia yang membutuhkan curhat sebagai salah satu ekspresinya. Tetapi, sekali lagi curhat ini harus terkendali atau dimenej dengan benar. Diantara indikasi lemahnya tingkat kecerdasan intelektual dan emosional seseorang menurut islam adalah bila ia tidak dapat mengelola curhatnya, sehingga segala yang ada didalam pikiran dan hatinya bagaikan butiran licin yang berada di ujung lidah dan siap menggelinding keluar kapan saja.

Curhat = Konsultasi + Komunikasi
Substansi curhat menurut islam adalah konsultasi dan komunikasi, baik secara vertikal maupun horizontal. Apa yang kita kenal sebagai istikharah, misalnya adalah konsultasi vertikal spiritual untuk mengadukan segala dinamika dan romantika hidup kepada Allah SWT sebagai sumber kekuatan, petunjuk dan pendengar setia keluhan para hamba. Begitupun segala doa, sholat, kontemplasi, tawajjuh dan khalwah kita dengan Nya disaat menyendiri dan hening. Sedemikian pentingnya membiasakan istikharah, sehingga menurut Imam Al Ghazali dalam Ihya nya, para sahabat berkomentar bahwa Rasululloh mengajarkan istikharah secara teliti dan telaten seperti saat mengajarkan surat Al Fatihah.

Manusia memang tidak dapat hidup bahagia dengan memendam perasaan dan pikirannya sendiri tanpa mengutarakan pada orang lain untuk mendapatkan respon dan saran yang lebih baik. Oleh karena itu unsur lain yang sangat penting dalam melakukan curhat adalah musyawarah, yang merupakan cirri khas orang beriman (Qs.Asy Syura : 38)

Kunci kekompakan dan keharmonisan hubungan keluarga/hubungan antar sesama terletak pada kemampuan manajemen curhat melalui musyawarah yang sehat dan benar (QS. Ali Imran : 159). Imam Al Mawardi dalam kitab Adab ad Dunya wad Din, menegaskan bahwa kecerdasan intelektual dan emosional seseorang terlihat dari kebiasaannya yang baik dalam curhat. Indikasinya adalah bilamana ia terbiasa bermusyawarah dalam mengungkapkan isi hati dan pikirannya agar mendapatkan masukan positif dari orang yang tepat dan berkompeten.

Apabila seseorang terlalu yakin dalam menjalani hidup dan memikul perasaannya sendiri, cepat atau lambat ia akan merasa menyesal dan kecewa. Ia akan merugi, akibat tidak melibatkan orang lain dalam masalahnya dan menyia-nyiakan peluang keberkatan dalam mendapatkan bantuan moril maupun materiil dari orang-orang terdekatnya. Tepatlah apa yang dikatakan Umar bin Abdul Aziz : “ Konsultasi dan diskusi merupakan pintu rahmat dan kunci berkah yang tidak akan tersesat dan tidak akan ragu melangkah.”

Para ulama selalu berpesan :”Tidaklah merugi atau kecewa orang yang beristikharah dan tidak akan menyesal orang yang bermusyawarah.” Nabi pun bersabda :”Musyawarah merupakan benteng dari penyesalan dan perlindungan dari menyalahkan diri sendiri.”

Umar bin Khatab pun mengelompokkan manusia dalam tiga tipe yaitu :

  1. Orang yang tertutup dan cenderung egois dengan perasaan dan pikirannya sendiri
  2. Orang yang cenderung terbuka dan kooperatif dengan membiasakan curhat kepada orang yang tepat
  3. Orang yang hidupnya bimbang dan bingung namun tidak mau konsultasi dan tidak mau mengikuti saran yang baik.

Pilih orang yang tepat
Curhat yang benar merupakan solusi dan rekreasi, sebaliknya curhat yang salah dapat menimbulkan masalah. Curhat yang benar yaitu disaat yang tepat dan kepada orang yang tepat.

Agar tidak terjadi salah curhat, seorang muslimah dalam manajemen curhatnya harus memperhatikan beberapa tips berikut :

  1. Hanya curhat kepada orang-orang yang berpikiran arif, luas, jernih, cerdas da berpengalaman. Nabi bersabda ; “Curhatlah kepada orang yang berpikira arif niscaya akan benar jalan hidup kalian dan jangan meninggalkan sarannya niscaya kalian akan menyesal.” Iman Abdullah Ibnul Hasan pun menasehati anaknya: “Waspadailah saran orang yang bodoh meskipun ia tulus.”
  2. Pilih teman curhat yang memiliki keimanan, keshalihan dan ketaqwaan, dapat memberikan saran dan komentar yang baik sekaligus mampu menjaga amanah curhat. Nabi berpesan : “Barangsiapa menginginkan sesuatu lalu menkonsultasikannya dengan seorang muslim yang konsekuen niscaya Allah akan memberikan padanya jalan yang terbaik.”
  3. Harus ada ketulusan, kesetiaan, kepedulian dan empati kedua belah pihak yang curhat maupun temannya. Hindari hal-hal yang akan mengeruhkan ketulusan dan mengaburkan niat.
  4. Pilih suasana dan orang yang tepat untuk curhat agar tidak salah paham atau malah memberikan respon dan tangapan yang keliru.
  5. Ingatlah bahwa memang ada beberapa hal dicurhatkan pada orang lain demi meraih kemaslahatan serta menghindari mudharat bila tetap memendamnya. Namun, ada pula hal-hal lain yang hanya dapat dicurhatkan kepada Allah untuk melegakan perasaan dan menumpahka segala emosi. Nabi bersavda :tangapan yang keliru.
  6. Ingatlah bahwa memang ada beberapa hal dicurhatkan pada orang lain demi meraih kemaslahatan serta menghindari mudharat bila tetap memendamnya. Namun, ada pula hal-hal lain yang hanya dapat dicurhatkan kepada Allah untuk melegakan perasaan dan menumpahkan segala emosi. Nabi bersabda :“ konsultasilah dengan nuraani, meskipun telah banyak orang yang memberikan saran kepadamu.”
  7. Pilihlah orang yang memenuhi kriteria diatas dengan mempertimbangkan skala prioritas dan kedekatan, baik fisik maupun psikis. Jangan meninggalkan orang-orang terdekat bila mereka memang layak diajak curhat.

Bila muslimah telah melakukan manajemen curhat yang baik ini berarti ia telah memberi kesempatan bagi dirinya sendiri untuk mendapatkan hidup yang lebih baik, sekaligus menjadi indikasi kepribadian yang shalihah. Seperti yang diungkapkan lewat Nabi SAW : “Puncak kecerdasan emosional setelah iman kepada Allah adalah sikap simpatik pada orang lain. Tidaklah seseorang yang egois dengan pikirannya akan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri dan tidaklah akan celaka seseorang karena musyawarah. Jika Allah menginginkan seorang hamba celaka maka pertama kali yang mencelakakannya adalah pikirannya sendiri. “

Imam Al Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin pun menuturkan petuah para ahli bijak berstari yaitu barang siapa dikaruniakan empat hal tidak akan kehilangan empat hal : Siapa yang dikaruniai syukur tidak akan kehilangan tambahan nikmat, siapa yang dikaruniai taubat tidak akan kehilangan ampunan, siapa yang dikaruniai istikharah tidak akan kehilangan kebaikan dan siapa yang dikaruniai musyawarah tidak akan kehilangan kebenaran.

Wallahu A’lam
By : Dr.H. Setiawan Budi Utomo

Sumber : UMMI edisi 3/2001

Rabu, April 12, 2006

Posisi Anda Dihadapan Allah

Jika Anda mulai berorientasi serba duniawi, memburu duniawi, itu pertanda Allah sedang menghina Anda.

Jika Anda sedang berorientasi dalam ubudiah, itu pertanda Allah sedang menolong Anda.

Jika Anda sedang sibuk dengan urusan sesama manusia, sampai lupa dengan Allah, itu pertanda Allah sedang berpaling dari diri Anda

Jika Anda dijauhkan dari rintangan-rintangan menuju kepada Allah, sesungguhnya Allah sedang mendidik budi pekerti kehambaan Anda.

Jika Anda bergairah dalam munajat kepada-Nya, itu pertanda Allah sedang mendekati Anda.

Jika Anda ridha atas ketentuan-Nya, dan Ridha bersama-Nya, itu pertanda Allah Ridha kepada diri Anda.

(Syekh Zaruq dalam Syarah Al-Hikam)

Selasa, April 04, 2006

Istiqfar

Seandainya salah seorang manusia berusaha mencatat kesalahan dan dosa yang dilakukannya pada tiap hari yang ia lewati, sejak bangun tidur hingga ke tidur lagi –baik dilakukan sendiri maupun dengan perantara orang lain—maka tentunya ia akan menemukan kesalahan atau dosa yang tak terhitung jumlahnya. Para malaikat penjaga diberi tugas khusus oleh Allah swt untuk mencatat setiap amal perbuatan manusia, niat yang terbersit dalam hati, maupun lafaz yang terucap. Allah swt menegaskan hal itu di dalam Al-Qur'an:
"Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS 82:10-12)

Dalam satu riwayat dikatakan bahwa tidak ada ada satu majelis pun yang diduduki seseorang dan jamaahnya melainkan ia telah berbicara sia-sia dan berbuat dosa, kecuali majelis zikir dan majelis ilmu. Rasulullah saw membimbing umat manusia bagaimana caranya 'menghapuskan' dosa-dosa tersebut, terutama ketika ia berada dalam satu majelis, forum diskusi, atau media pertemuan lainnya. Maka umat Islam dianjurkan untuk membaca doa yang disebut dengan "Doa kifarat majlis."

Rasulullah saw juga menuntun umat Islam agar memperbanyak istighfar, mengamalkannya secara kontinu agar terhindar dari kesusahan dan melapangkan rezeki.
"Barangsiapa membiasakan istighfar maka Allah menjadikan jalan keluar dari segala kesulitannya, memberi kemudahan dari segala kesusahannya dan melapangkan rezeki yang tidak ia duga." (HR Abu Daud).

Rasulullah saw sendiri selalu beristighfar dan mengamalkannya terus menerus kendatipun Allah swt sudah mengampuni dosanya baik yang telah lalu maupun yang terkemudian. Bahkan dalam hadis riwayat Bukhari dijelaskan bahwa Rasulullah memohon ampun kepada Allah 70 kali setiap harinya.

Seorang Mukmin yang baik senantiasa menyerahkan urusannya kepada Allah apakah permohonannya dikabulkan ataukah tidak, karena Allah swt maha berkehendak. Mukmin yang solih juga wajib menyerahkan segalanya kepada Allah swt semata perihal pengampunan Allah atas hamba-hamba-Nya jangan sampai ia beranggapan bahwa dirinyalah yang hanya diampuni sementara orang lain tidak. Seseorang tercatat sebagai pendosa ataukah sudah melewati penghapusan dosa, itu merupakan hak preoregatif Allah swt semata yang tak seorangpun memilikinya.

Suatu hari seorang laki-laki berkata, "Demi Allah, sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni si Fulan." Allah swt berfirman, "Siapa yang bersumpah kepada-Ku bahwa Aku tidak mengampuni dosa si Fulan, maka sesungguhnya Aku telah mengampuni si Fulan dan menghapuskan amal perbuatanmu."

Manakala umat Islam memohon ampun di setiap waktu dan keadaan, dan secara khusus beristighfar di setiap akhir shalat, namun ada pula yang justeru menempuh cara istimewa yaitu dengan memohon ampun di sepertiga malam terakhir dan di waktu menjelang fajar, karena waktu tersebut lebih dekat dikabulkannya doa. ..".dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)..." (Qs. 51: 18)

Sebagaimana terdapat dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari ra. bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
Tiap malam Allah swt turun ke langit dunia hingga sepertiga malam terakhir dan berfirman: barangsiapa yang berdoa maka Aku mengabulkannya, barangsiapa yang meminta maka Aku akan memberinya, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka Aku akan mengampuninya."

Taufik Munir
Direktur Eksekutif Sanggar Kinanah, tengah menempuh studi Akidah dan Filsafat di al-Azhar University, Kairo.
Pernah dimuat di Eramuslim.com Publikasi: 08/08/2005

Senin, April 03, 2006

Mutiara yang nyaris Hilang

Mutiara 1
Hushain bin Muhshan menuturkan bahwa bibinya pernah datang kepada Rasulullah SAW untuk suatu keperluan. Setelah selesai dari keperluannya Rasulullah SAW bertanya kepadanya "Apakah engkau bersuami?" Ia menjawab "Ya", "Bagaimana engkau bersuami? Ia menjawab "Aku berusaha sekuat tenaga untuk melayaninya dan mentaatinya, kecuali dalam hal-hal yang aku tidak sanggup. "Beliau berkomentar," "Perhatikan baik-baik sikapmu kepadanya karena sesungguhnya ia adalah syurga dan nerakamu." (HR Hakim)

Mutiara 2

Apabila seorang wanita telah menunaikan shalat lima waktu dan berpuasa di bulan Ramadhan, senantiasa mentaati suaminya dan menjaga kemaluannya, niscaya akan dikatakan kepadanya, masuklah kamu ke dalam syurga dari pintu mana saja yang kamu kehendaki. (HR Ahmad)

Mutiara 3
Ada tiga golongan yang shalatnya tidak diterima dan kebaikannya tidak diangkat ke langit: Pertama, hamba sahaya yang kabur dari majikannya sampai ia kembali dan meminta maaf kepada majikannya. Kedua, seorang istri yang dimurkai suaminya sampai suaminya meridhainya dan ketiga seorang pemabuk sampai ia sadar (HR Thabrani dan Ibnu Hibban)

Mutiara memang indah, mahal dan tidak semua wanita mampu memilikinya. Begitu pula dengan mutiara ajaran Nabi SAW di atas, tidak semua wanita memahami, menghayati, apalagi mengaplikasikannya dalam kehidupan rumah tangga mereka.

Arus globalisasi sekarang ini telah menyerbu kaum muslimin dalam dan membentuk paradigma mereka segala hal, termasuk gaya hidup dalam berumah tangga. Saat ini untuk menjadi istri yang setia dan konsisten untuk mengaplikasikan mutiara ajaran Rasullah SAW ternyata tidak popular. Sehingga sebagian wanita beranggapan, sudah bukan zamannya lagi memperlakukan suami sebagai junjungan yang harus ditaati, atau istri harus senantiasa meminta izin terlebih dahulu kepada suami untuk melakukan apa yang mau dilakukannya.

Di sisi lain, bukan hal aneh jika sekarang ini kita banyak mendengar rumah tangga muslim mengalami guncangan, keretakan bahkan perceraian. Tentu saja semua orang tidak menginginkan semua ini terjadi pada rumah tangga mereka. Terdapat sejumlah cara untuk mencegahnya yaitu suami istri harus melakukan evaluasi perjalanan rumah tangganya secara berkala, terutama evaluasi tentang orientasi menikah dan membangun rumah tangga. Misalnya, apa sesungguhnya tujuan saya menikah? Apa yang saya harapkan dari pernikahan ini? Model rumah tangga apa yang akan saya bangun? Dan jawaban atas pertanyaan tersebut dapat dijadikan renungan dan penguat dalam menghadapi gelombang dalam rumah tangga. Kemudian setelah itu berusaha memantapkan hati untuk menjalankan rumah tangga dengan mengedepankan ridha dan qona'ah (menerima dan puas dengan pemberian Allah SWT).

Sebagai seorang muslimah sudah sepatutnya kita ridha atas ketentuan Allah SWT, dan perlu disadari bahwa ridha atas kepemimpinan suami dalam rumah tangga itu, konsekuensinya adalah taat. Artinya ketaatan seorang istri pada suaminya, pada hakikatnya merupakan satu bentuk ketaatannya kepada ketentuan Allah SWT. Dalam konteks ketaatan ini tentunya suami berada di jalan yang benar. Untuk melaksanakannya tidak semudah yang dibayangkan, karena ketaatan istri pada suami tidak bisa disesuaikan dengan keinginan kita, misalnya, 'Saya akan taat pada abang dalam hal-hal yang sesuai dengan keinginan saya, tapi kalau tidak, kita masing-masing saja ya bang?'

Mungkin tidak akan menjadi masalah jika keinginan atau perintah suami selaras dengan keinginan kita, tapi kalau tidak diperlukan kelapangan dada, keikhlasan dan pengorbanan untuk dapat mentaati dan melaksanakan perintahnya. Harus kita sadari bahwa kita suami istri mempunyai latar belakang yang berbeda, jadi tidak semuanya harus serba cocok dan klop, ketika memasuki gerbang pernikahan. Oleh karena itu di sinilah pentingnya untuk saling mengenal antara suami dan istri.

Ganjaran ketaatan seorang istri pada suaminya disetarakan dengan ganjaran jihadnya kaum laki-laki, sebagaimana disebutkan dalam hadist Asma bin Yazid yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. Sekalipun demikian Islam menganjurkan para suami untuk melazimkan musyawarah pada istrinya dalam berbagai persoalan (QS Al-Baqarah: 233), memperlakukan istri dengan baik sebagai indikator utama akhlak seorang laki-laki. Begitulah Islam tidak menjadikan ketaatan seorang istri sebagai peluang bagi suami untuk menjadi diktator dalam rumah tangganya. Jadi tunggu apalagi, mari taati suami kita dan miliki mutiara-mutiara yang nyaris hilang itu.

***
Sumber : www.eramuslim.com
Tulisan ini pernah dimuat pada Majalah Safina no. 4 tahun 1, Juni 2003