Rabu, Desember 10, 2008

Keseimbangan

Agak sukar mengingatkan diantara kita tentang waktu. Keberhargaan waktu, semua orang nampaknya sama-sama mengetahuinya. Masalahnya tidak semua diantara kita yang sanggup memanfaatkan dengan baik seperti yang seharusnya atau umumnya dianggap baik.


Kebanyakan kita zaman sekarang cara berfikirnya cenderung materialistis. Tetapi jikapun kita menggambarkan keberhargaan waktu dengan “Time is money” sementara uang adalah symbol materialisme, kita dingin-dingin aja menanggapinya. Tidak jarang orang melakukan apapun dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Kita faham betapa berharganya uang tapi kita tidak merasakan keberhargaan yang sama ketika pepatah tadi diungkapkan untuk mengilustrasikan waktu. Buat kita Time is time, money is money! Mengapa demikian ?


Mempermasalahkan waktu biasanya erat kaitannya dengan pemanfaatan, efektivitas dan produktivitas. Sesuatu yang berhubungan dengan kualitas hidup seseorang dan tanggung jawabnya secara ukhrowi. Mempermasalahkan uang cenderung berbicara tentang dunia, sesuatu yang berhubungan dengan kuantitas hidup seseorang secara materi. Celakanya, masih ada diantara kita yang menganggap tidak bertaliannya sesuatu yang bersifat duniawi dengan sesuatu yang bersifat ukhrowi/akhirat. Padahal hakikat kehidupan adalah bahwa hidup didunia sesungguhnya adalah jalan untuk mencapai akhirat.


Rumor yang berkembang adalah bahwa beramal untuk akhirat berarti memutuskan hubungan dengan dunia dan sebaliknya, untuk mendapatkan dunia berarti kita melepaskan akhirat. Kenyataan menunjukkan ketidaksearahan antara jalan menuju dunia dan akhirat, yang satu bernama kerja dan satu lagi bernama ibadah. Jika cara berfikir kita terus demikian berarti kita terbelenggu oleh pemahaman yang kurang lengkap tentang hakikat hidup.


Cara terbaik adalah mulailah berfikir bahwa urusan dunia dan akhirat itu bertolak belakang. Sesungguhnya jalan menuju kebahagiaan keduanya adalah sama dan dapat menghasilkan harmoni keseimbangan : satu jalan yang berpangkal didunia dan berujung di akhirat yaitu dengan mengejawantahkan (menerapkan) pesan Rasululloh SAW. Pergunakanlah masa mudamu sebelum datang masa tuamu, pergunakanlah masa kayamu sebelum jatuh miskinmu, pergunakanlah waktu luangmu sebelum datang sibukmu dan seterusnya. Masa muda adalah saat mencari ilmu, masa kaya adalah saat kita banyak bersedekah, masa sehat adalah masa banyak berkarya dan beribadah. Ini bukan berarti waktu telah “diruangkan” kedalam kotak bernama masa muda, masa tua, masa kaya dan seterusnya. Nasehat Rasululloh SAW menggambarkan keberhargaan waktu yang memang ada “sekaligus” dan harus sekaligus pula bisa dimanfaatkan sebagai jalan meraih kebahagiaan dan keseimbangan dunia dan akhirat. Wallahu’alam bis sawab.


Sumber : Buletin FSMQ (Forum Silaturahmi Manajemen Qolbu) Th.2000

Rabu, November 12, 2008

Istimewanya wanita

Banyak wanita yang bilang bahwa susah menjadi wanita, lihat saja aturan-aturan dibawah ini :

  1. Wanita auratnya lebih susah dijaga dibanding lelaki.
  2. Wanita perlu minta ijin dari suami apabila mau keluar rumah tetapi tidak sebaliknya
  3. Wanita saksinya (apabila menjadi saksi) kurang berbanding lelaki.
  4. Wanita menerima warisan lebih sedikit dari pada lelaki.
  5. Wanita perlu menghadapi kesusahan mengandung dan melahirkan anak
  6. Wanita wajib taat kepada suaminya, sementara suami tak perlu taat pada istrinya.
  7. Talak terletak di tangan suami dan bukan istri.
  8. Wanita kurang nyaman dalam beribadat karena adanya masalah haid dan nifas.
  9. dan lain-lain.

Tetapi… PERNAHKAH KITA LIHAT KENYATAANNYA ?

  1. Benda yang mahal harganya akan dijaga dan dibelai serta disimpan ditempat yang teraman dan terbaik. Sudah pasti itulah intan permata bandingannya dengan seorang wanita.
  2. Wanita perlu taat kepada suami, tetapi tahukah lelaki wajib taat kepada Ibunya 3 kali lebih utama daripada kepada Bapaknya?
  3. Wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki, tetapi tahukah bahwa harta itu akan menjadi miliknya dan tidak perlu diserahkan kepada suami? Sementara suami apabila menerima warisan ia wajib juga menggunakan hartanya untuk istri dan anak-anaknya?
  4. Wanita perlu bersusah payah mengandung dan melahirkan anak, tetapi tahukah bahwa setiap saat dia didoakan oleh segala mahluk, malaikat dan seluruh mahluk Allah dimuka bumi ini, dan tahukah jika ia meninggal karena melahirkan adalah syahid dan surga menantinya.
  5. Diakherat kelak, seorang lelaki akan dipertanggung jawabkan terhadap 4 wanita, yaitu : Istrinya, Ibunya, Anak Perempuannya & Saudara Perempuannya. Artinya : bagi seorang wanita tanggungjawab terhadapnya ditanggung oleh 4 orang lelaki, yaitu : suaminya, ayahnya, anak lelakinya dan saudara lelakinya.
  6. Seorang Wanita boleh memasuki pintu Syurga melalui pintu mana saja yang disukainya cukup dengan 4 Syarat saja, yaitu : Sholat 5 waktu, Puasa di bulan Ramadhan, taat kepada Suaminya dan menjaga Kehormatannya.
  7. Seorang lelaki wajib berjihad di jalan Allah, sementara bagi wanita jika taat kepada suami serta menunaikan tanggung jawabnya kepada ALLAH SWT, maka ia akan turut menerima pahala setara seperti pahala orang pergi berjihad di jalan Allah tanpa perlu mengangkat senjata.
Masya ALLAH… !
demikian sayangnya ALLAH SWT kepada wanita…..

Senin, September 22, 2008

Bagaimana Shaum Ramadhan kita

Ikhwah Fillah……
Dua puluh satu hari sudah perjalana shaum Ramadhan telah kita lewati, adakah kita mampu memaknainya sebagai nikmat yg luar biasa. Ketika Allah SWT masih memberi kesempatan kepada kita untuk berjumpa dengan bulan yang mulia karena kita tak pernah tahu, mungkin ini Ramadhan terakhir untuk kita.

Ikhwah Fillah….
Adakah kita mampu merasakan detik2 mahal Ramadhan yang telah kita lalui, mengisi hari2nya dengan amal sholeh atau sama saja, mungkin tak ada yang istimewa. Marilah kita sama2 berlomba, berlomba mendapatkan rahmat dan ampunan-Nya. Paling tidak satu sifat buruk yang kita hilangkan dan ada satu amal sholeh yang kita biasakan di bulan yang mulia ini. Sehingga ada atsar ketika keluar Ramadhan nanti bahkan mungkin dapat meningkatkan derajat ketakwaan kita amin.

Ikhwah fillah....
Marilah sejenak kita merenung tentang Ramadhan yang telah kita jalani dan yang sebentar lagi kita lewati, semoga kita mampu menikmati Ramadhan yang sebentar lagi kita berpisah dengannya.

Ikhwah fillah....
Renungkanlah 10 indikasi ”gagal” meraih keutamaan Ramadhan dibawah ini :
1. Ketika kurang optimal melakukan ”warming up” dengan memperbanyak ibadah sunah di bulan Sya’ban..
2. Ketika target pembacaan Al Qur;an yang dicanangkan, minimal satu kali khatam, tidak terpenuhi selama bulan Ramadhan.
3. Ketika berpuasa tidak menghalangi seseorang dan penyimpangan mulut seperti membicarakan keburukan orang, mengeluarkan kata2 kasar, membuka rahasia, mengadu domba, berdusta dsb.
4. Ketika berpuasa tidak menjadikan pelakunya berupaya memelihara mata dan melihat yang haram.
5. Ketika malam2 Ramadhan tak ada bedanya dengan malam2 selain Ramadhan.
6. Jika saat berbuka puasa menjadi saat melahap semua keinginan nafsunya tang tertahan sejak pagi hingga petang.
7. Ketika bulan Ramadhan tidak dioptimalkan untuk mengeluarkan infak dan shadaqoh.
8. Ketika hari2 menjelang idul fitri sibuk dengan persiapan lahir, tapi tidak sibuk dengan memasok perbekalan sebanyak2nya pada 10 malam terakhir untuk memperbanyak ibadah.
9. Ketika idul fitri dan seterusnya dirayakan laksana hari ”merdeka” dan penjara untuk kembali melakukan berbagai penyimpangan.
10. Ketika Ramadhan, nyaris tidak ada ibadah yang ditindak lanjuti pada bulan2 selanjutnya.

Ikhwah fillah...
Semoga kita termasuk orang2 yang beruntung, yang mampu memaknai Ramadhan dengan berarti, yang mampu mengisi hari2nya dengan amal sholeh, yang mampu meraih kemenangan melawan hawa nafsu, yang mampu meraih derajat ketakwaan yang lebih tinggi, semoga....

Sumber : Tarbawi ed.15 th.2 Ramadhan 1421 H

Jumat, September 12, 2008

Betapa Luasnya Surga

Sahabat sekalian,
Mari kita terus kuatkan jiwa untuk menekuni segenap peribadahan di bulan Ramadhan ini demi menggapai ketaqwaan kepada Allah swt. Mari kita terus bersemangat dan bersegera meraih magfirah dari Allah swt dan sorga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa kepada Allah swt (QS Ali Imran:133).

Dan di antara yang senantiasa mesti kita perkuat dalam hati adalah keimanan kepada sorga yang Allah janjikan. Adapun kuatnya keimanan ini berbanding lurus dengan ma'rifah (pengenalan) kepada sorga itu sendiri.

Ibnu Mas'ud r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Saya mengetahui akhir ahli neraka keluar dari neraka, dan akhir ahli sorga masuk sorga. Yaitu seorang yang keluar dari neraka dengan merangkak-rangkak, maka Allah berfirman kepadanya: Pergilah masuk sorga! Maka pergilah orang itu. Tiba-tiba terbayang padanya seolah-olah (sorga) sudah penuh, maka ia berkata: Ya Tuhan saya mendapatkannya sudah penuh. Allah berfirman: Pergilah masuk sorga! Maka ia kembali pergi dan didapatkannya seolah-olah sudah penuh. Ia pun kembali berkata: Ya Tuhan, ia sudah penuh. Maka Allah berfirman: Pergilah masuk sorga, bagimu di sorga sepuluh kali besarnya dunia. Maka berkata orang itu: Apakah Kau menertawakan (mengejek) saya, Tuhan, padahal Engkau raja? Berkata Ibnu Mas'ud: Maka saya melihat Rasulullah saw. tertawa hingga tampak giginya, sambil berkata: Demikianlah serendah-rendah ahli sorga tingkatnya. (HR Bukhari-Muslim).

Subhanallah. Sedemikian besar balasan sorga yang Allah telah siapkan bagi hamba-hambaNya. Maka alangkah meruginya kalau balasan yang agung itu ditukar dengan dunia yang amat kecil ini. Sahabat sekalian, pernahkah kita merenungi sungguh-sungguh seluas apakah sorga itu? Sorga itu seluas langit dan bumi, sebagaimana difirmankan Allah swt pada Alquran surat Ali Imran:133.

Mari kita simak sebuah hadits yang memberi gambaran kuantitatif tentang keadaan sorga ini. Abu Sa'id Alkhudry r.a. berkata: Berkata Rasulullah saw.: Di sorga ada pohon, kalau seorang berkendaraan kuda yang paling cepat lalu kuda itu berlari di bawahnya selama seratus tahu, tidak akan habis (putus) naungannya. (HR Bukhari-Muslim).

Maka seluas apakah kiranya naungan satu pohon sorga itu? Kalau kita misalkan kuda tercepat berlari dengan kecepatan 70 km/jam, maka naungan pohon itu lebih besar daripada 100 tahun x 364 hari x 24 jam x 70 km/jam atau 61.152.000 km, enam puluh satu juta seratus lima puluh dua ribu kilometer!

Untuk membandingkan jarak itu dengan jarak tempuh di bumi, mari kita hitung keliling bumi yang berjari-jari sekitar 6.378 km. Maka keliling bumi didapat dari perkalian 2 x 3.14 x 6.378 km atau sekitar 40.053, 84 km. Jika kita bagikan 61.152.000 km dengan 40.053, 84 km, maka akan diperoleh angka 1.526, 75.

Subhanallah. Artinya naungan pohon di sorga itu lebih panjang daripada 1526 kali keliling bumi!

Sahabat sekalian, hitung-hitungan ini hanya untuk mengokohkan keyakinan akan luasnya balasan sorga yang dijanjikan Allah swt. Dan hitungan ini hanyalah untuk sebuah pohon sorga saja. Wallahu a'lamu bish shawwab.

Sahl bin Sa'ad r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya orang sorga melihat orang yang di atas tingkat mereka, bagaikan melihat bintang di langit. (HR Bukhari-Muslim)

Semoga kita termasuk di antara yang akan dimasukkan Allah swt ke dalam sorga yang penuh kenikmatan di dalamnya. Aamiin yaa Rabbal 'aalamiin.

Catatan:
Hadits-hadits di atas dikutip dari Tarjamah Riyadush Shalihin, tulisan Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf Annawawy, Pasal Persediaan dari Allah bagi Kaum Mu'minin di Sorga, dengan perterjemah H. Salim Bahreisy, 1987, penerbit PT Alma'arif, Bandung. Di dalam pasal ini masih banyak hadits-hadits lain yang memberikan gambaran sorga.

Oleh Adi JunjunanMusthofa
Sumber : http://www.eramuslim.com/

Kamis, Agustus 21, 2008

ISLAM & KAUM WANITA

Dewasa ini banyak suara berdengung meneriakkan emasnsipasi wanita. Suara-suara ini mengundang banyak tanya : apa maksud emansipasi wanita ini? Kemana arah gerakan ini? Seperti apa Islam merespon aspirasi ini?.

Di Indonesia, dilandasi semangat perjuangan RA. Kartini yang berjuang untuk kebebasan wanita dizamannya dalam memberikan pendapat, hidup yang terhormat, serta pendidikan yang setara dengan laki-laki, kaum wanita Indonesia terus berjuang menuntut hak-hak mereka yang diabaikan.

Pendidikan, kebebasan berpendapat, kebebasan menentukan pilihan hidup dan lain sebagainya adalah nagian dari sekian banyak tuntutan yang diajukan. Bahkan dalan UU pemilu dengan tegas dinyatakan bahwa setiap partai politik harus mengajukan minimal 30% caleg dari kalangan kaum wanita. Mengaca pada aspirasi diatas muncul pertanyaan : bagaimana islam menyikapi dan memandang derajat wanita?

Pertanyaan tersebut dijawab dengan jelas melalui sebuah hadis yg berbunyi : “al jannatu tahta aqdamil ummahati” yg artinya surga berada dibawah kaki ibu. Hadis ini sekaligus menggambarkan betapa mulianya posisi ibu dalam rumah tangga. Islam sangatlah menghargai kaum wanita terlebih kaum ibu yg bersusah payah mengandung, melahirkan dan merawat anak-anaknya. Terbukti dengan hadis lain yg menyatakan : “Wahai Rasululloh siapakah orang yg harus aku hormati? Rasululloh menjawab Ibumu, lalu aku bertanya lagi : siapa lagi wahai Rasululloh? Rasululloh kembali menjawab Ibumu, lalu aku bertanya kembali : siapa lagi? Rasululloh menjawab Ibumu, lalu aku bertanya lagi : siapa lagi? Rasululloh menjawab : Bapakmu.”

Dari hadis diatas, jelas bahwa islam sngat menjunjung tinggi harkat dan martabat kaum wanita dengan menyebut kata ibu tiga kali sementara kata bapak hanya satu kali. Wanita dizaman jahiliyah telah lama dianggap sebagai barang yg bisa diperjual belikan, dijadikan harta rampasan perang atau bahkan dianggap barang hina serta aib bagi keluarga. Sehingga Umar Bin Khattab pernah suatu ketika mengubur hidup-hidup anak pertamanya yg seorang wanita. Disisi lain bahkan terdapat tradisi dikalangan umat jahiliyah bahwa anak dapat menikahi ibunya sebagai warisan dari ayahnya.

Dengan hadirnya islam, harkat dan martabat kaum wanita ditinggikan. Didalam Al Qur’an disemua suratnya tidak ada surat yg menggunakan nama Rijal (laki-laki), yg ada hanya surat an_Nisa (wanita).

Wanita bahkan bisa memperoleh harta warisan, dengan mendapat harta warisan ½ dari laki-laki dan tidak ada lagi kaum wanita yg boleh diperjualbelikan. Hal ini seiring dengan karena penghapusan perbudakan serta terlindungnya kaum wanita dalam situasi perang sehingga tidak ada lagi kaum wanita yg dijadikan harta rampasan perang.

Dari segi kesempatan memperoleh pendidikan yg setara, Aisyah RA (Istri Rasululloh) juga salah satu dari sekian banyak penghafal dan perawi hadis yg masyhur kesahihannya, bahkan bisa dikatakan melebihi kemampuan para perawi dan penghafal hadis kaum laki-laki. Rasululloh tidak pernah melarang Aisyah mempelajari al Qur’an dan hadis hanya karena ia seorang wanita.

Kesemua ajaran diatas sangat tegas mengangkat derajat, harkat dan martabat wanita dari titik yg paling rendah. Islam mengajarkan kesetaraan hak antara laki-laki dan wanita sesuai porsinya, jauh sebelum teriakan-teriakan emansipasi bergaung diseluruh penjuru dunia.

Inilah keunggulan islam yg mengatasi kesulitan disegala zaman, dengan kata lain dalam perihal emansipasi wanita, kalau saja semua pihak mau mencermati dan memahami dengan baik pesan yg terkandung dalam al Qur’an tentang pandangannya terhadap wanita, maka rasanya tidak perlu lagi ada teriakan emansipasi wanita yg berlebihan.

Terkait dengan ajaran dan pandangan islam terhadap wanita oleh karenanya sebagai seorang muslim yg taat dan mengabdikan diri mencari ridha Allah SWT sangat tidak dibenarkan jika melecehkan, merendahkan dan menghina derajat, harkat, dan martabat kaum wanita. Kita harus sadar bahwa Allah SWT menciptakan isi dunia dengan adil sesuai porsinya, ada tinggi & ada rendah, ada kaya & ada miskin dsb. Semua diciptakan untuk saling melengkapi.

Terlebih kepada ibu yg telah mengandung, melahirkan dan membesarkan kita, islam sangat melaknat mereka yg melecehkan dan menghina ibu mereka. Sangatlah tidak pantas melakukan hal tersebut sementara kita harus mengingat pengorbann yg telah ibu berikan untuk menjadikan kita anak yg mandiri dan meraih kesuksesan di kemudian hari. Melukai perasaan ibu sama saja dengan kita menukar kebahagiaan hidup kita di dunia dan akhirat dengan siksa yg berkepanjangan dan tiada habisnya.

Oleh karenanya mari kita sama-sama melaksanakan apa yg dipesankan Allah SWT melalui kitab-Nya untuk saling menghargai dan menghormati kaum wanita dalam kondisi apapun, terutama kepada ibu kita. Semua makhluk dihadapan-Nya sma, tidak pandang harta dan jenis kelamin. Dengan membatasi hak dan kesempatan amu wanita untuk memperoleh hak dn melaksanakan kewajibannya, sama saja dengan mendzalimi ajaran agama islam. Semoga kita dapat berbuat adil terhadap sesame dan terhindar dari perbuatan keji dan mungkar. Wallahu a’alm bi shawab


Sumber : H. Bachtiar Chamsyah, SE – Risalah Dakwah Makarimul Akhlak edisi IX Juni 2008

Selasa, Juli 29, 2008

Obat Segala macam penyakit

Mengapa kita sakit? Setidaknya ada 2 kemungkinan mengapa kita sakit. Pertama, mungkin karena kita banyak melakukan dosa. Kedua, karena kita kurang beribadah.

*Dosa adalah Bibit Penyakit*

Rasulullah pernah bersabda, "Maukah kamu aku tunjukkan tentang penyakitmu dan penawarnya? Camkanlah, bahwa penyakitmu ialah dosa, dan penawarnya ialah istighfar (memohon ampun kepada Allah)."

Rasulullah menjelaskan bahwa bibit dari segala penyakit adalah dosa. Sehingga obat penawar dari segala penyakit adalah istighfar. Sebenarnya segala kuman dan zat-zat berbahaya telah ada pada tubuh kita sejak kecil. Namun, tubuh dari jiwa yang bersih akan sanggup untuk mengatasinya. Tubuh akan kehilangan sebagian kemampuannya ketika seseorang berbuat dosa.

Ketika seseorang berbuat dosa, maka rusaklah qolbunya dengan satu titik gelap. Kerusakan ini juga mengakibatkan kerusakan pada bagian-bagian tubuh sebagaimana sabda Nabi SAW bahwa jika hati rusak, maka rusaklah jasad.

Dengan kerusakan pada suatu organ, ketidak-seimbangan hormon, atau kerusakan lainnya, maka tubuh kita tidak dapat mengatasi bahaya dari suatu zat atau bakteri yang ada pada tubuh kita. Maka timbullah penyakit.

Istighfar akan menghapus dosa dan memperbaiki hati. Maka beruntunglah dengan keuntungan dunia dan akhirat bagi mereka yang selalu membersihkan jiwa. Qolbu yang membaik akan mengembalikan kondisi dan fungsi dari bagian-bagian tubuh.

Para peneliti hado (barokah mungkin berkaitan dengan hado positif) menjelaskan bahwa seseorang yang mengalami masalah lever, biasanya orang tersebut mempunyai isu kemarahan. Panjang gelombang yang dihasilkan oleh kemarahan sama dengan panjang gelombang yang dihasilkan oleh molekul-molekul dari sel-sel pembentuk lever. Demikian juga perasaan sedih selaras dengan darah, sehingga orang yang sedih cenderung mudah terkena leukimia dan stroke jenis pendarahan. Rasa kesal yang terus-menerus akan merusak sistem saraf, sering kali menjurus ke nyeri, kepekaan, dan kekakuan otot di leher bawah dan pundak.

Secara ilmiah, memang ada hubungan antara qolbu dan tubuh, antara jiwa dan raga. Dosa yang merusak qolbu, secara ilmiah, diakui dapat merusak tubuh. Maka benarlah sabda Rasulullah SAW.

*Kurang Beribadah*

Kurang beribadah di sini bukan berarti malas beribadah. Kurang beribadah di sini adalah ketika seseorang telah melakukan ibadah wajib dan sunnah, namun Allah telah menetapkan maqom tertentu baginya pada masa yang Dia tetapkan, dan ibadahnya belum cukup untuk mengantarkannya ke maqom tersebut. Maka Allah berikan penyakit padanya hingga ia sampai kepada maqom tersebut disebabkan ibadah hati berupa sabar dan ikhlash. semoga artikel ini bermanfaat bagi rekan milis semua.


sumber :

http://artikelislam i.wordpress. com/2008/ 04/01/obat- segala-macam- penyakit/

Senin, Juni 30, 2008

Airmata Rasululoh

Sepertinya nggak akan pernah bosan-bosan kalau membaca yg satu ini...untuk mengingatkan kita...

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah,

Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya.
Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah."Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu, " kata Jibril.

Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.

"Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis-shalaati, wa maa malakat aimaanukum - peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.

" Diluar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

"Ummatii, ummatii, ummatiii!" - "Umatku, umatku, umatku"
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.

Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allaahumma sholli 'alaa Muhammad wa baarik wa sallim 'alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Note:
Apakah kita sudah mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan RasulNya mencintai kita.Karena sesungguhnya selain daripada itu hanyalah fana belaka.

Usah gelisah apabila dibenci manusia karena masih banyak yang menyayangimu di dunia, tapi gelisahlah apabila dibenci Allah karena tiada lagi yang mengasihmu di akhirat.


Sumber : Dari milis sebelah

Senin, Juni 09, 2008

Sahabat

Malam ini, Sahabat
biarkan bulan bintang melihat
aku terpekur di jendela kamar
ukir kenangan indah mulai samar

Betapa indah cerita tercipta
membuat iri seisi dunia
kau, aku rajut ikatan
kita tak kan terpisahkan

Adakah yang salah di antara kita
ataukah...semua hanya prasangka semata
kisah yang terjalin selama ini
tak membuat kita satu hati

Malam ini aku berkhayal
kan mengulang semua dari awal
persahabatan seindah ini
kapankah terulang kemba
li


“Ya Allah janganlah Engkau hukum aku karena apa yg mereka katakan tentang aku, berikanlah kebaikan padaku dari apa yg mereka sangkakan kepadaku. Ampunilah aku karena apa yg tidak mereka ketahui tentang diriku” (Ali bin Abi Thalib ra)


Rabu, Mei 14, 2008

Memaknai Usia

''Belum hilang jejak telapak kaki orang-orang yang mengantarnya ke kubur, seorang hamba (yang telah habis usianya) akan ditanya mengenai empat hal, yaitu hal usianya ke mana dihabiskannya, hal tubuhnya untuk apa digunakannya, hal ilmunya seberapa yang diamalkannya, serta hal hartanya dari mana diperolehnya dan untuk apa dibelanjakannya.'' (HR Tirmidzi).

Karunia Allah yang paling berharga yang diberikan kepada manusia adalah usia. Kekayaan dan kekuatan manusia tidak berarti apa-apa jika usia sudah tiada. Menurut Ar Razi, jika hilangnya masa dipahami sebagai hilangnya modal, sedangkan modal manusia adalah usia yang dimilikinya, manusia pun selalu mengalami kerugian. Sebab, setiap saat, dari waktu ke waktu, usia yang menjadi modal utamanya terus berkurang.

Tidak diragukan lagi, jika usia itu digunakan manusia untuk bermaksiat, ia benar-benar mengalami kerugian. Bukan hanya tidak mendapatkan kompensasi apa pun dari modalnya yang hilang, namun lebih dari itu. Apa yang dilakukan dapat membahayakan dan mencelakakan dirinya. Begitu juga jika usianya dihabiskan untuk mengerjakan perkara-perkara yang mubah, ia tetap dikatakan merugi sebab usia sebagai modalnya habis tanpa meninggalkan dan menghasilkan apa pun bagi dirinya.

Untuk itu, usia haruslah dimanfaatkan sebaik-baiknya. Suatu hari, seorang murid bertanya kepada mursyidnya, ''Apa makna usia?'' Jawabannya adalah sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah SAW, ''Apabila hari ini amal pekerjaanmu masih sama dengan hari kemarin, berarti kamu merugi. Bila lebih jelek daripada kemarin, terkutuk namanya. Bila lebih bagus, barulah termasuk beruntung.Nah, apakah usiamu yang setiap saat berkurang telah digantikan oleh hal-hal yang lebih baik atau sebaliknya? Di situlah makna usiamu.''

Ada dua hal penting mengapa usia harus mendapat perhatian serius. Pertama, Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban atas usia yang Allah karuniakan. Kedua, usia adalah masa yang menentukan baik buruknya manusia. At Tirmidzi meriwayatkan bahwa ada seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, ''Siapa manusia terbaik?'' Beliau bersabda, ''Manusia yang usianya panjang dan dihabiskan untuk kebaikan.'' Ia bertanya lagi, ''Siapa manusia terburuk?'' Beliau bersabda, ''Manusia yang usianya panjang, namun dihabiskan untuk keburukan.'' Wallahu a'lam bish-shawab.


Oleh : Muhammad Bajuri ** * Republika, 29 April 2008

Jumat, Mei 02, 2008

Rencana Allah itu Indah

Ketika aku masih kecil, waktu itu ibuku sedang menyulam sehelai kain. Aku yang sedang bermain di lantai, melihat keatas dan bertanya, apa yg ia lakukan. Ia menerangkan bahwa ia sedang menyulam sesuatu diatas sehelai kain. Tetapi aku memberitahu kepadanya, bahwa yang kulihat dari bawah adalah benang ruwet.

Ibu dengan tersenyum memandangiku dan berkata dengan lembut : anakku, lanjutkanlah permainanmu, sementara itu menyelesaikan sulaman ini, nanti setelah selesai kamu akan kupanggil dan kududukkan diatas pangkuan ibu dan kamu dapat melihat sulaman ini dari atas.

Aku heran, mengapa ibu menggunakan beang hitam dan putih, begitu semrawut menurut pandanganku. Beberapa saat kemudian aku mendengar suara ibu memanggil :” anakku, mari kesini dan duduklah dipangkuan ibu”.

Waktu aku lakukan itu, aku heran dan kagum melihat bunga-bunga yang indah, dengan latar belakang pemandangan matahari yang sedang terbit, sungguh indah sekali. Aku hamper tak percaya melihatnya karena dari bawah yang aku lihat hanyalah benang-benang yang ruwet.

Kemudian ibu berkata :” Anakku, dari bawah memang nampak ruwet dan kacau, tetapi engkau tidak menyadari bawa diatas kain ini sudah ada gambar yang direncanakan, sebuah pola, ibu hanya mengikutinya.

Sekarang, dengan melihatnya dari atas kamu dapat melihat keindahan dari apa yang ibu lakukan.

Sering selama bertahun-tahun, aku melihat ke atas dan bertanya kepada Allah : “Allah, apa yang Engkau lakukan? “ Allah menjawab: “Aku sedang menyulam kehidupanmu”. Dan aku membantah :” Tetapi nampaknya hidup ini ruwet, benang-benangnya banyak yang hitam, mengapa tidak semuanya memakai warna-warna yang cerah?”.

Kemudian Allah menjawab, “Hambaku, kamu teruskan pekerjaanmu dan Aku juga menyelesaikan pekerjaanKu dibumi ini. Suatu saat nanti aku akan memanggilmu ke sorga dan mendudukkan kamu dipangkuanKu dan kamu akan melihat rencanaKu yang indah dari sisiKu.

Rabu, April 16, 2008

Sehat, Mahkota Hidup Yang Terabaikan

“Ya Allah, hamba memohon kehadirat-Mu kesehatan yang prima, kehormatan diri, sifat amanah dan budi pekerti yang baik, serta perasaan ridho terhadap qadar.” (HR. Imam al-Bazzar dan al-Khara’ithi dalam Makarimul Akhlaq, Thabarani dalam al-kabir dari Ibnu ‘Amr dan Ibnu Qani’ dari Zayd bin Kharijah. Hadits Hasan, sebagaimana tercantum dalam Faidhul Qadir, Imam al-Manawi, Huz 11:139 no.1519)

Dari sudut ajaran, bisa disebut dienul Islamlah yang paling banyak menganjurkan penganutnya untuk senantiasa menjaga kesehatan. Meskipun ditingkat pelaksanaan, dengan jujur harus diakui, tingkat kesehatan kaum muslimin masih memprihatinkan. Karena kesehatan memeng berhubungan dengan ekonomi, gaya hidup dan tingkat pendidikan.

Kesehatan bagi orang mu’min adalah ruh ilmu, iman dan amal. Manusia punya tugas dan sekian banyak kewajiban, dimana kesehatan adalah nikmat, sedang badan adalah amanah yang harus dijaga agar tetap prima dan sukses dalam menunaikan tugas. Sebab ketika sakit, tentu saja pelaksanaan ilmu dan amal seorang muslim menjadi tidak sempurna. Padahal ilmu dan amal adalah dua hal utama dalam meningkatkan iman dan taqwa seorang muslim, secara signifikan. Amal qawli yang lisani maupun amal fi’il yang arkani, ketika sakit jelas terganggu, sedang keduanya hampir tak pernah lepas dari keseharian orang mukmin.

Sakit juga menyebabkan pekerjaan sehari-hari terbengkalai, tugas-tugas pentingpun terlantar, jadwal kegiatan berantakan, janji- janji menjadi tertunda. Sakit membuat segala aktifitas nyaris lumpuh, kenyamanan kita terusik. Sakit mempengaruhi laju perkembangan keuangan atau roda ekonomi keluarga. Dan dalam sakit itu tiba-tiba kita merasa ada nikmat yang hilang dalam diri kita yaitu nikmat sehat.

Sehat dan waktu luang memang tergolong nikmat Allah yang paling sering diabaikan oleh manusia dimuka bumi ini. Dua nikmat ini umumnya baru terasa setelah kita sakit, kendati kesadaran itu banyak dibalut oleh perasaan kecewa bercampur risau dengan sedikit rasa penyesalan yang meskipun belum terlambat. Dan disinilah lidah manusia sering keseleo “memprotes takdir” akibat cerobor dalam ilmu disamping tidak yakin dengan sandaran tawakalnya. Hatinya mengerutu, mulutnya jadi comel, perasaan jadi dongkol dan serba minta dilayani.

Ibnu Abbas ra meriwayatkan, Rasululloh saw bersabda : “Ada dua nikmat yang selalu diabaikan oleh orang banyak, yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu luang.” (HR. Bukhari, Turmudzi, Ibnu Majah dan Ahmad).

Pada sisi ini sehat adalah mahkota bagi kehidupan manusia yang setiap waktu harus dijaga. Melepaskan mahkota kesehatan berarti menjerumuskan hidupnya pada kesengsaraan. Ibadah jadi tidak nyaman, dikerjakan tidak sebagaimana ketika sehat. Meskipun sebenarnya sakit adalah bagian dari sunatullah dan qadha’ kehidupan yang Allah turunkan sebagai ujian dan penebus dosa orang-orang mukmin.

Dalam Akhlaq islam, sehat termasuk dalam 4 (empat) macam kategori nikmat yang menjadi kata kunci penentu bahagia tidaknya seseorang. Empat nikmat itu adalah : pertama : Keutamaan jiwa (fadha’il an-nafs) terletak pada iman dan akhlaq karimah (husnul khuluq). kedua : Keutaman badan (fadha’il al-badan) terletak pada kesehatan fisik dengan segala bagiannya. ketiga : Keutamaan penyerta bagi badan (an-Ni’am al-Muthifah bi al-Badan) terletak pada harta, ketekunan dan keseriusan, juga keahlian (sandang, pangan dan papan). keempat : Faktor pendukung lain yang sejenis, seperti factor hidayah, petunjuk dan bantuan dari Allah disamping tentunya dukungan usaha dari manusia.

Ringkasnya, sehat hendaknya menjadi gaya hidup dan tingkah laku sehari-hari masyarakat dalam melakukan segaa aktifitas. Seseorang disebut sehat manakala pola hidup kesehariannya berdasarkan aturan, baik aturan agama, aturan Negara (hokum) dan aturan kesehatan (lingkungan). Dari sini makin terasa bahwa sehat adalah kebutuhan dasar yang harus diperjuangkan.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 1994 memberikan batasan sehat pada empat dimensi : sehat dalam arti fisik (tubuh), sehat dalam arti psikologik (mental), sehat dalam arti sosial (hubungan kemasyarakatan) dan sehat dalam arti spiritual (agama). Semua dimensi sehat itu umumnya dipengaruhi oleh cara pandang kehidupan seseorang baik terhadap pedoman hidup, tujuan hidup, dasar hidup, kawan dan lawan hidup. Gaya hidup juga dipengaruhi oleh kemajuan infrastruktur dan fasilitas modern yang dimiliki, disamping tentunya latarbelakang agama, pendidikan, etnis dan lingkungan tempat tinggal.

Undang-undang No.23 tahun 1992 mendefinisikankesehatan dengan standar “Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis”. Atas dasar definesi UU kesehatan ini, maka manusia selalu dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh (bokistik), mwliputi sehat jasmaniah (organobiologik), sehat jiwa (psikoedukatif) dan sehat secara social (sosio cultural).. Semua dimensi sehat baik dari WHO maupun UU kesehatan ini menjadi bermakna dan punya nilai jika paying agama (dienul islam) menjadi ukuran utamanya.

Salah satu cara untuk mencapai jiwa yang sehat adalah dengan penilaian diri, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya yang berkaitan erat dengan tiga cara : cara berfikir, cara berperan dan cara bertindak. Sebaliknya penilaian diri seseorang dipandang negative (baca : tidak waras) apabila seseorang cenderung merasa hidup ini sulit dikendalikan, selalu memikirkan kegagalan, merasa stress dan selalu menghindari tantangan hidup.

Salah seorang sahabat Rasululloh saw yang sangat peduli terhadap kesehatan adalah Ibnu Umar ra. Ibnu Umar ra adalah sosok sahabat yang sangat tinggi penjagaannya terhadap halal-haram baik dalam memilih makanan mulai dari status halalan thayyibannya sampai pada jenis makanan itu sendiri.. Ibnu Umar ra suka melakukan relaksasi berfikir menjelang tidur, mencontoh pola muhasabah yang dilakukan ayahnya, Umar bin Khatthab ra. Semoga Anda juga demikian, Insyaallah.

Sumber : Buletin Dakwah No.30 th.33 – 3 Rajab 1427H/28 Juli 2006M

Selasa, April 01, 2008

Beranikan untuk memulai

Alkisah.. Seorang pembuat jam tangan berkata kepada jam yang sedang dibuatnya, “Hai jam, apakah kamu sanggup untuk berdetak sebanyak 31.104.000 kali selama setahun?” “Haa..?” kata jam terperanjat, “mana mungkin?”

Pembuat jam tersebut bertanya kembali, “Bagaimana kalau 86.400 kali dalam sehari?”. Lalu jam pun menjawab dengan penuh keraguan “Jarum - jarumku kurus seperti ini, mana sanggup aku melakukannya?”

Pembuat jam tidak menyerah untuk bertanya lagi, “Bagaimana kalau 3600 kali dalam satu jam?”. Jam tersebut kembali menjawab, “Dalam satu jam harus berdetak 3600 kali? Wah.. banyak sekali”

Pembuat jam itu dengan penuh kesabaran kembali bicara kepada si jam, “Kalau begitu, sanggupkah kamu berdetak satu kali saja setiap detik?”. Lalu si jam menjawab dengan penuh antusias “Naaaa… kalau begitu, aku sih sanggup…!!!

Maka setelah selesai dibuat, jam itu berdetak satu kali setiap detik. Tanpa terasa, detik demi detik terus berlalu dan jam itu sungguh luar biasa karena ternyata selama satu tahun penuh dia telah berdetak tanpa henti sebanyak 31.104.000 kali.

--o0o--


Segala sesuatu yang seringkali kita anggap berat atau tidak mungkin untuk dilakukan, ternyata dapat dilakukan dengan mudah bila kita berani memulai menjalankannya dan keberhasilan besar akan dapat diperoleh dengan meraih dan mengumpulkan keberhasilan - keberhasilan kecil.

Selasa, Maret 04, 2008

Insya Allah

Kalimat terpopuler di kalangan umat Islam, setelah salam (assalamu'alaikum), adalah insya-Allah. Kalimat ini diucapkan saat seseorang ingin melakukan sesuatu atau berjanji.

''Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu 'sesungguhnya aku akan mengerjakan esok,' kecuali (dengan mengucapkan) insya Allah. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah 'mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini.'' (QS Al-Kahfi: 23-24).

Secara literal, kalimat insya Allah berarti bila Allah menghendaki. Sayangnya, kalimat ini kerap disalahgunakan.

Ada dua bentuk penyalahgunaan :

  1. Insya Allah dipakai untuk menunjukkan janji yang longgar dan komitmen yang rendah. Insya Allah hanya pengganti dari kalimat, 'tidak janji deh.' Ini keliru sebab nama Allah SWT dijadikan sebagai pembenaran atas kemalasan menepati janji.
  2. Segala tindakan ditentukan oleh Allah (fatalisme). Artinya, manusia tidak memiliki ruang kebebasan untuk bertindak. Paham ini tidak tepat karena Allah menganugerahi manusia kebebasan berkehendak. Bagaimana seseorang mempertanggungjawabkan perbuatan - perbuatan bila seluruh tindakannya ditentukan oleh Allah?


Sebenarnya, insya Allah memiliki falsafah yang mendalam.

1. Pertama, dalam kalimat insya Allah tersimpan keyakinan yang kukuh, bahwa Allah SWT terlibat dan punya andil dalam segala tindak-tanduk manusia. Kesadaran akan kehadiran Allah SWT ini akan memupuk tumbuhnya moral yang luhur (akhlaq al-karimah).

Hanya orang-orang yang merasa dirinya senantiasa ditatap Ilahi saja yang akan mampu menjaga dari segala bentuk pelanggaran. Inilah yang disebut oleh Rasulullah SAW sebagai ihsan, yaitu, ''Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesunggguhnya Dia melihatmu.'' (HR Muslim).

2. Ekspresi kerendahhatian (tawadhu'). Seseorang yang memastikan diri bahwa besok akan bertindak sesuatu (sesungguhnya) terselip dalam relung jiwanya sifat kibr (sombong). Termasuk sikap, bahwa dirinya penentu segala sesuatu di masa depan tanpa ada peran Allah SWT. Seharusnya, orang yang berucap insya Allah adalah orang yang sadar bahwa Allah SWT selalu membimbing hamba-Nya.

3. Perpaduan usaha dan penyerahan diri. Dalam kata insya Allah terkandung suatu ketidakpastian akan apa yang terjadi esok. Karenanya, keyakinan ini akan melahirkan motivasi, mempersiapkan secara sempurna hal-hal yang menciptakan kesuksesan dari yang direncanakan, serta memastikan apa yang akan terjadi seperti yang dikehendaki. (QS Al-Hasyr: 18).


(M Subhi-Ibrahimi , HIKMAH : Republika. Sumber : http://www.kebunhikmah.com

Senin, Februari 25, 2008

Tawakal

Tawakal adalah salah satu sarana yang bisa mendatangkan kebaikan serta menghindari kerusakan. Ini berlawanan dengan pendapat yang mengatakan bahwa tawakal hanyalah sekedar ibadah yang mendatangkan pahala bagi hamba yang melakukannya, seperti orang yang melempar jumrah.
Juga berlawanan dengan pendapat bahwasannya tawakal berarti meniadakan prinsip sebab musabab dalam penciptaan serta urusan sebagaimana pendapat dari golongan mutakalimin seperti Al-Asy’ari dan lainnya.


Ibnul Qayyim mendefinisikan tawakal sebagai : “Sebab yang paling utama yang bisa mempertahankan seorang hamba ketika ia tak memiliki kekuatan dari serangan makhluk Allah lainnya yang menindas serta memusuhinya.” seperti itu karena ia telah menjadikan Allah pelindungnya atau yang memberinya kecukupan. Maka barang siapa yang menjadikan Allah pelindungnya serta yang memberinya kecukupan maka musuhnya itu tak akan bisa mendatangkan bahaya padanya (Bada’I Al-Fawa’id: 2/268).


Bukti terbaik adalah kejadian nyata. Telah diriwayatkan oleh Al Bukhari yang dinasadkan kepada Ibnu Abbas : Hasbunnallahu wa nima Al-wakiil, yang artinya : Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.
Ungkapan ini diucapkan Nabi Ibrahim saat tubuhnya dilemparkan ke tengah-tengah api yang membara. Juga diungkapkan oleh Nabi Muhammad SAW ketika dikatakan kepadanya : “Sesungguhnya orang-orang musryik telah berencana membunuhmu, maka waspadalah engkau terhadap mereka.” (Diriwiyatkan oleh Al Bukhari dalam bab Tafsir 4563, Fathul Bari :8/77)


Dan diriwiyatkan oleh Al Baihaqi yang disanadkan kepada Bastar bin Harits, ia berkata : ketika Nabi Ibrahim digotong untuk dilemparkan kedalam api, jibril memperlihatan diri padanya dan berkata : “Wahai Ibrahim, apakah kamu perlu bantuan?” Ibrahim menjawab : “Jika kepada engkau, maka saya tidak perlu bantuan,” (Diriwayatkn oleh Ibni Jarir dalam Tafsirnya 17/45, Al-Baqhwi dalam tafsirnya 4/243). Ini adalah bagian dari kesempurnaan tawakal yang hanya kepada Allah semata tanpa lainnya.


Apa yang terjadi setelah itu? Allah berfirman : “ Kami berfirman : Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim’, mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka orang-orang yang paling merugi”. (QS. Al Anbiya : 69-70).


Dan firman Allah tentang orang-orang beriman : “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kamu, Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakal.” (QS.Al Maidah(3): 1).


Kandungan dari ayat ini adalah bahwa sikap tawakal kepada Allah yang ada dalam hati orang-orang yang beriman adalah salah satu sebab Allah menahan tangan orang-orang kafir yang hendak mencelakakan orang-orang yang beriman, Allah menggagalkan apa yang diingini oleh orang-orang kafir terhadap orang-orang beriman.


(Dikutip dari buku Rahasia tawakal & sebab akibat oleh Dr. Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji.)
Sumber : Dialog Jum’at Tabloid Republika, Jum’at 23 April 2004

Selasa, Februari 05, 2008

Agar Esok Tak Lagi Kelam

Memang, tidak mudah menata masa depan. Seperti juga tidak gampang menyingkapi masa lalu. Segalanya perlu keseriusan. Harus ada kehendak yang kokoh, kemauan yang bertenaga, untuk bertindak dan bersikap sebijak mungkin.

Langkah berikut Insyaallah bisa menjadi sedikit kerangka, bagaimana seharusnya kita menyambung kebaikan masa lalu dengan kebaikan masa depan. Atau menghapus keburukan hari kemarin dengan kebaikan hari ini dan juga hari kemudian.

* Yakini segala sesuatu terjadi atas ijin Allah.

Hidup ini pemberian. Bahkan segala yang melengkapi dan menopangnya juga pemberian. Allah sajalah yang Maha Pencipta. Apa yang kita terima dari beragam warna hidup ini, adalah tanda-tanda kekuasaan Allah semata. Tugas kita hanya berusaha sebaik mungkin.

“Berusahalah mengejar apa-apa yang bermanfaat untuk dirimu. Janganlah engkau bersikap lemah. Bila engkau ditimpa sesuatu, janganlah engkau berkata, ‘seandainya aku berbuat begini atau begitu,’ tetapi katakan, ‘segalanya adalah telah Allah tentukan. Apa yang Ia kehendaki pasti Ia lakukan.’ Karena sesungguhnya kata-kata ; seandainya itu bisa membuka pintu syetan” (HR. Ibnu Majah)

* Perbanyak Istigfar.

Seluruh hidup kita mestinya kita hiasi dengan istigfar. Terlalu sedikit karya dan amal yang telah kita kumpulkan. Tidak ada hari lewat, kecuali pasti celah-celah keburukan. Bilapun kita telah merasa berbuat banyak kebaikan, tetap saja kita harus memohon ampunan, setidaknya untuk perasaan telah berbuat banyak itu sendiri. Istigfar juga bermanfaat sebagai pencerah hati sehingga bisa melangkah kedepan lebih baik.

“Maka Aku katakan kepada mereka, mohonlah ampun kepada Tuhan kalian, sesungguhnyaDia maha Pengampun.” (QS. Nuh : 10)

* Manfaatkan kesempatan, sekecil apapun untuk berbuat baik.

Sekecil apapun kesempatan untuk berbuat baik harus kita lakukan. Melakukan hal-hal yang bermanfaat dan membuang jauh apa yang tidak berguna. Selagi umur masih ada. Selagi waktu masih tersedia. Seringkali kesempatan tidak datang untuk yang kedua kali. Kita harus ingat sebesar apa yang telah kita kumpulkan didunia, sebesar itu pula apa yang akan kita bawa kehadapan Allah.

* Buatlah Rencana Yang Baik.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hasyr : 18)

* Selalu berdo’a kepada Allah

Do’a adalah kekuatan bahkan intinya. Usaha dan ikhtiar kita tak ada artinya tanpa do’a. Do’a merupakan sandaran bagi tegak berdiri kita. Bagi lempeng lurus langkah kita. Do’a juga merupakan penyambung harapan-harapan kita kepada Allah, sampai akhir hayat kita. Yang tidak pernah berdo’a kepada Allah, berarti tidak pernah berharap kepada-Nya. Dan yang tidak pernah berharap kepada-Nya, Allahpun tidak berharap kepada orang itu.

Takut dosa dan berharap kepada Allah, sesungguhnya inti dari segala dasar-dasar kehidupan. Dengan takut dosa kita akan mendekat kepada Allah. Dengan berharap kepada Allah kitapun akan mendekat kepada-Nya.

Kini tinggal bagaimana kita berjuang secara sungguh-sungguh. Untuk menatap hari esok yang lebih menjanjikan. Sebagian dari warna masa depan itu, kembali kepada pilihan-pilihan kita hari ini.

(Dikutip dari majalah Tarbawi edisi 36 th.3)