Selasa, Juni 11, 2013

Syukur adalah Kacamata Terindah



Banyak sekali manusia yang tak besyukur kepada Allah SWT, jangankan manusia sebagai makhluk sosial, yang hidup bersama dengan orang lain, manusia sebagai individu atau perorangan saja banyak yang tak bersyukur, yang ada keluh kesah saja dan seringkali bahkan yang dibadingkan dengan orang lain.

Dengan kalimat yang mungkin sering anda dengar’ dia sih enak” kata A kepada B. “ dia si enak” kata B kepada C, “dia sih enak “ kata C kepada D begitu seterusnya, sehingga yang terjadi “ enak atau nikmat itu selalu ada pada kerjaan orang lain, rumah orang lain, mobil orang lain, harta orang lain dan seterusnya.

Sedangkan yang ada pada dirinya,” tak  ada enak-enaknya, kurang terus dan lahirlah keluhan terus”, dengan demikian akan melahirkan sikap yang tak mau bersyukur, padahal syukur adalah kaca mata terindah yang dimiliki oleh manusia manapun, jika mau memakainya.

Syukur adalah kaca mata yang paling nikmat, dengan syukur pemandangan menjadi lebih indah. Bersyukur kepada Allah SWT, dimana dan kapanpun kita berada, karena telah begitu banyak nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita. Jika kita mau menghitung, banyaknya tak terhingga. Jika dibandingkan dengan ujian dan cobaan, nikmatNya masih lebih banyak, karuniaNya lebih banyak lagi.

Sehatmu lebih banyak dari sakitmu, nikmat yang kamu terima lebih banyak dari cobaan, rezekimu yang datang lebih banyak dari rezekimu yang hilang, yang diberikanNya lebih banyak dari yang diambilNya. Kesempatan yang diberikan padamu, lebih banyak dari kesempitan yang menimpamu. Kenyang kau rasakan sesudah makan, lebih banyak dari laparmu.

Kekayaan yang kau dapat lebih banyak dari kemiskinan yang kau peroleh, itupun kalau kau miskin. Kesenangan yang kau peroleh, lebih banyak dari kesusahan yang menimpamu. Hari-hari dimana kau punya uang di sakumu, lebih banyak dibandingkan hari-harimu tanpa uang atau di dompet kosong sama sekali.

Begitu juga tentang kebahagiaan yang kamu rasakan dalam tiap harinya, lebih banyak dari deritamu, itupun kalau kau menderita. Hari-harimu tanpa celaan dan hinaan lebih banyak dari-hari-hari ketika kau di cela atau di hina orang lain, itupun kalau kau merasa di cela atau merasa di hina, jika kau cuek dengan celaan dan hinaan, karena kau tak mudah tersinggung, maka celaan dan hinaan apapun bentuknya tak membuatmu sakit hati atau tersinggung.

Kalau terus ditelesuri antara kelebihan dan kekurangan yang kau terima, akan ditemukan daftar sangat panjang, sepanjang nikmatNya yang telah kau terima, yang begitu banyak, yang tak sanggup kau menghitungnya. Dari daftar tersebut akan ditemukan begitu banyak kelebihan yang kau terima dibandingkan kekurangan.

Maka dengan kaca mata syukur, hidup akan menjadi lebih bahagia, lebih tenang dan lebih berlapang dada, karena mudah berterima kasih terhadap apapun yang diterimanya dan bersabar bila yang diterimanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan atau yang di inginkan. Dan firmanNya, “Bila kau bersyukur atas nikmatKu, maka akan Aku tambahkan nikmat itu padamu, namun jika kau kupur atas nikmatKu, ingat, azabKu sangat pedih “(QS Ibrohim : 7).

Ketika kau merasa sedang menderita, coba ingat kembali kebahagiaan yang pernah kau peroleh. Ketika kau merasa sedih, coba kembali menengok kebelakang, apakah kesedihan itu lebih banyak dari tawa dan senyummu? Begitu juga saat kau sakit, hitunglah saat sehatmu. Jika ujian datang berupa kesusahan atau derita, bukankah kau sering kali lulus menghadapinya? Ketika kau sendirian tanpa teman, coba lihat kembali ketika kau sedang duduk bersenda gurau dengan teman-temanmu, mana yang lebih banyak?

Ketika kritikan datang mungkin bertubi-tubi di suatu saat, coba hitung berapa pujian yang telah kau terima sebelumnya dan seandainya kau tidak pernah menerima pujian, apakah lantas kau surut kebelakang, menarik diri dan hidup di goa-goa yang sunyi sepi atau kau melarikan diri dari “dunia” ramai. Kalau itu yang kau lakukan, mari perhatikan yang satu ini : Manusia yang hidup bersama orang lain dan bersabar terhadap kritikan mereka, itu lebih baik dibandingkan manusia yang menyendiri, takut akan kritik dan tenggelam di telan sang waktu

Ketika suatu saat tiba-tiba saja kau merasa kehilangan, kecopeten, kecurian dan sebagainya, coba kau bandingkan dengan harta yang telah kau terima, mana yang lebih banyak? Begitu juga bila saat kau menerima berita kematian, entah teman, sahabat, saudara atau yang lainnya, bandingkan lagi dengan berita yang kau terima, berupa kelahiran, ulang tahun dan sebagainya, mana yang lebih banyak? Dan kalaupun kau mati pada suatu saat nanti, coba hitung berapa kehidupan yang sudah kau terima setiap harinya, bukankah jika kita masih bisa bangun dari tidur di pagi hari, itu berarti kita telah menerima kehidupan kembali? Bukankah hakekat hidup kita sehari semalam hanya 24 jam?

Bukankah itu berarti kehidupan yang telah diberikanNya begitu banyak, sebanyak jam-jam yang telah kita lewati, nah sedangkan saat kita mati, mati hanya sekali saja. Dan saat kematian tiba, itupun bukan sesuatu yang membuat ketakutan yang sangat luar biasa, bukankah pada saat itu kita akan bertemu pada yang telah menciptakan kita , yang telah memberikan hidup pada kita, bukankankah kita milikNya, titipanNya?

Nah bila yang punya akan mengambil sesuatu yang memang miliknya, apakah kita bisa melarangnya, menggugatnnya atau memperotesnya? Bagitu juga saat Dia akan mengambil roh yang telah dititipkan pada kita, nah kalau Dia mau ambil titipannya, apakah kita juga mau protes, mau melarang, mau membantah atau mau mengguggatnya? Seandainya kita bisa protes, melarang, membantah atau menggugat, bisakah sunnatullah menjadi hilang? Tentu saja tidak, ketentuanNya akan berlaku.

Kembali kepada syukur, jika kau ingkari setiap apa yang telah kau terima betapapun kecilnya, itu artinya kau kupur nikmat. Atau kau mau mendustai setiap rezeki yang kau terima? Jika itu yang kau lakukan, kupur nikmat pantas kau sandang. Tentu saja kita tak mau dikatakan sebagai hambaNya yang kupur nikmat. Dan sebenarnya Allah SWT telah menantangmu dengan firmanNya dalam surat Ar Rahman mulai dari ayat ke 13 : Nikmat Tuhan yang mana lagi yang mau kau dustakan?

Ayat itu di ulang-ulang dalam firmanNya, tak kurang dari 31 kali, hanya dalam satu surat saja! Seakan-akan Tuhan ingin membuka mata hati kita lebar-lebar, untuk melihat sebanyak-banyak karuniaNya, nikmatNya. Jika hal tersebut tak juga di sadari, manusia macam apa kita? Begitu banyak nikmatNya, sampai tak terhitung…, eh masih saja mengingkari, masih saja kupur terhadap nikmatNya, masih saja merasa kurang, masih saja mengeluh yang berkepanjangan, tak habis-habisnya, tak henti-hentinya mengeluh , mengeluh dan mengeluh.

Seharusnya di lidah kita penuh dengan rasa syukur, alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah yang tak habis-habisnya, itu semestinya, mengapa? Karena saat kita bersyukur itupun sudah menggunakan karuniaNya, nikmatNya. Ayo, siapa yang berani bilang lidahnya, mulutnya, suara syukur yang keluar dari mulutnya adalah ciptaannya sendiri? Ayo siapa yang berani bilang, bahwa ketika kata syukur itu keluar itu, karyanya sendiri? Bukankah kata “ Alhamdulillah” itu ajaranNya, firmanNya? Ayo siapa yang berani bilang bahwa ketika dia bersyukur itu terlepas dari kehendak Allah SWT?

Sebagai tanda syukur kepadaNya, kitapun diharuskan untuk terus menerus berbuat pada sesama manusia ciptaanNya, juga kepada hewan dan tumbuhan. Rasa syukur yang paling baik adalah kita menjadi rakhmat bagi seluruh alam, rakhmatan lil alamin, sebagaimana dicontohkan rosulullah SAW.

Apakah yang harus kita lakukan sekarang dan seterusnya? Yang kita lakukan adalah banyak bersyukur atas nikmatNya, banyak bersyukur atas rejekiNya, banyak bersyukur atas karuniaNya, banyak bersyukur atas ciptaanNya , banyak bersyukur atas lingkungan yang telah diciptakanNya, banyak bersyukur atas segala-segalanya. Semoga kita semua menjadi hamba-hambaNya yang pandai bersyukur kepadaNya.

Bila setelah menjadi uraian di atas, masih saja timbul rasa keluh kesah, dan selalu merasa diri masih saja kurang, dan tak menghargai apa yang sudah dimiliki, mintalah petunjuk kepada Allah SWT, mohon kepadaNya agar diberikan hati, lidah, mata, telinga dan seluruh anggota tubuh untuk pandai bersyukur kepadanya, karena dengan ucapan yang paling sederhana dari syukur saja itu sudah ibadah!

Ya mengucapkan “ alhamdulillah “ saja itu sudah ibadah, ringan mengucapkannya, tapi timbangan amalnya berat. Dan jangan lupa gratis, tak perlu alat apapun untuk mengucapkannya, itu bagi orang yang beriman, tapi yang kupur nikmat, walaupun mengucapkan “alhamdulillah” ringan, berpahala dan gratis, tetap saja tak mau bersyukur, tak mau mengucapkannnya, apa lagi untuk mengamalkannya, jauh panggang dari api.

Oleh: Syaripudin Zuhri                                                                                                                      
Sumber : Eramuslim.com