Senin, Februari 25, 2008

Tawakal

Tawakal adalah salah satu sarana yang bisa mendatangkan kebaikan serta menghindari kerusakan. Ini berlawanan dengan pendapat yang mengatakan bahwa tawakal hanyalah sekedar ibadah yang mendatangkan pahala bagi hamba yang melakukannya, seperti orang yang melempar jumrah.
Juga berlawanan dengan pendapat bahwasannya tawakal berarti meniadakan prinsip sebab musabab dalam penciptaan serta urusan sebagaimana pendapat dari golongan mutakalimin seperti Al-Asy’ari dan lainnya.


Ibnul Qayyim mendefinisikan tawakal sebagai : “Sebab yang paling utama yang bisa mempertahankan seorang hamba ketika ia tak memiliki kekuatan dari serangan makhluk Allah lainnya yang menindas serta memusuhinya.” seperti itu karena ia telah menjadikan Allah pelindungnya atau yang memberinya kecukupan. Maka barang siapa yang menjadikan Allah pelindungnya serta yang memberinya kecukupan maka musuhnya itu tak akan bisa mendatangkan bahaya padanya (Bada’I Al-Fawa’id: 2/268).


Bukti terbaik adalah kejadian nyata. Telah diriwayatkan oleh Al Bukhari yang dinasadkan kepada Ibnu Abbas : Hasbunnallahu wa nima Al-wakiil, yang artinya : Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.
Ungkapan ini diucapkan Nabi Ibrahim saat tubuhnya dilemparkan ke tengah-tengah api yang membara. Juga diungkapkan oleh Nabi Muhammad SAW ketika dikatakan kepadanya : “Sesungguhnya orang-orang musryik telah berencana membunuhmu, maka waspadalah engkau terhadap mereka.” (Diriwiyatkan oleh Al Bukhari dalam bab Tafsir 4563, Fathul Bari :8/77)


Dan diriwiyatkan oleh Al Baihaqi yang disanadkan kepada Bastar bin Harits, ia berkata : ketika Nabi Ibrahim digotong untuk dilemparkan kedalam api, jibril memperlihatan diri padanya dan berkata : “Wahai Ibrahim, apakah kamu perlu bantuan?” Ibrahim menjawab : “Jika kepada engkau, maka saya tidak perlu bantuan,” (Diriwayatkn oleh Ibni Jarir dalam Tafsirnya 17/45, Al-Baqhwi dalam tafsirnya 4/243). Ini adalah bagian dari kesempurnaan tawakal yang hanya kepada Allah semata tanpa lainnya.


Apa yang terjadi setelah itu? Allah berfirman : “ Kami berfirman : Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim’, mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka orang-orang yang paling merugi”. (QS. Al Anbiya : 69-70).


Dan firman Allah tentang orang-orang beriman : “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kamu, Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakal.” (QS.Al Maidah(3): 1).


Kandungan dari ayat ini adalah bahwa sikap tawakal kepada Allah yang ada dalam hati orang-orang yang beriman adalah salah satu sebab Allah menahan tangan orang-orang kafir yang hendak mencelakakan orang-orang yang beriman, Allah menggagalkan apa yang diingini oleh orang-orang kafir terhadap orang-orang beriman.


(Dikutip dari buku Rahasia tawakal & sebab akibat oleh Dr. Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji.)
Sumber : Dialog Jum’at Tabloid Republika, Jum’at 23 April 2004

Selasa, Februari 05, 2008

Agar Esok Tak Lagi Kelam

Memang, tidak mudah menata masa depan. Seperti juga tidak gampang menyingkapi masa lalu. Segalanya perlu keseriusan. Harus ada kehendak yang kokoh, kemauan yang bertenaga, untuk bertindak dan bersikap sebijak mungkin.

Langkah berikut Insyaallah bisa menjadi sedikit kerangka, bagaimana seharusnya kita menyambung kebaikan masa lalu dengan kebaikan masa depan. Atau menghapus keburukan hari kemarin dengan kebaikan hari ini dan juga hari kemudian.

* Yakini segala sesuatu terjadi atas ijin Allah.

Hidup ini pemberian. Bahkan segala yang melengkapi dan menopangnya juga pemberian. Allah sajalah yang Maha Pencipta. Apa yang kita terima dari beragam warna hidup ini, adalah tanda-tanda kekuasaan Allah semata. Tugas kita hanya berusaha sebaik mungkin.

“Berusahalah mengejar apa-apa yang bermanfaat untuk dirimu. Janganlah engkau bersikap lemah. Bila engkau ditimpa sesuatu, janganlah engkau berkata, ‘seandainya aku berbuat begini atau begitu,’ tetapi katakan, ‘segalanya adalah telah Allah tentukan. Apa yang Ia kehendaki pasti Ia lakukan.’ Karena sesungguhnya kata-kata ; seandainya itu bisa membuka pintu syetan” (HR. Ibnu Majah)

* Perbanyak Istigfar.

Seluruh hidup kita mestinya kita hiasi dengan istigfar. Terlalu sedikit karya dan amal yang telah kita kumpulkan. Tidak ada hari lewat, kecuali pasti celah-celah keburukan. Bilapun kita telah merasa berbuat banyak kebaikan, tetap saja kita harus memohon ampunan, setidaknya untuk perasaan telah berbuat banyak itu sendiri. Istigfar juga bermanfaat sebagai pencerah hati sehingga bisa melangkah kedepan lebih baik.

“Maka Aku katakan kepada mereka, mohonlah ampun kepada Tuhan kalian, sesungguhnyaDia maha Pengampun.” (QS. Nuh : 10)

* Manfaatkan kesempatan, sekecil apapun untuk berbuat baik.

Sekecil apapun kesempatan untuk berbuat baik harus kita lakukan. Melakukan hal-hal yang bermanfaat dan membuang jauh apa yang tidak berguna. Selagi umur masih ada. Selagi waktu masih tersedia. Seringkali kesempatan tidak datang untuk yang kedua kali. Kita harus ingat sebesar apa yang telah kita kumpulkan didunia, sebesar itu pula apa yang akan kita bawa kehadapan Allah.

* Buatlah Rencana Yang Baik.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hasyr : 18)

* Selalu berdo’a kepada Allah

Do’a adalah kekuatan bahkan intinya. Usaha dan ikhtiar kita tak ada artinya tanpa do’a. Do’a merupakan sandaran bagi tegak berdiri kita. Bagi lempeng lurus langkah kita. Do’a juga merupakan penyambung harapan-harapan kita kepada Allah, sampai akhir hayat kita. Yang tidak pernah berdo’a kepada Allah, berarti tidak pernah berharap kepada-Nya. Dan yang tidak pernah berharap kepada-Nya, Allahpun tidak berharap kepada orang itu.

Takut dosa dan berharap kepada Allah, sesungguhnya inti dari segala dasar-dasar kehidupan. Dengan takut dosa kita akan mendekat kepada Allah. Dengan berharap kepada Allah kitapun akan mendekat kepada-Nya.

Kini tinggal bagaimana kita berjuang secara sungguh-sungguh. Untuk menatap hari esok yang lebih menjanjikan. Sebagian dari warna masa depan itu, kembali kepada pilihan-pilihan kita hari ini.

(Dikutip dari majalah Tarbawi edisi 36 th.3)