Kamis, September 21, 2006

Ada Semangat dalam Ramadhan

Suatu ketika, seorang alim diundang berburu. Sang alim hanya dipinjami kuda yang lambat oleh tuan rumah. Tak lama kemudian, hujan turun dengan derasnya. Semua kuda dipacu dengan cepatnya agar segera kembali ke rumah. Tapi kuda sang alim berjalan lambat. Sang alim kemudian melepas bajunya, melipat dan menyimpannya, lalu membawa kudanya ke rumah. Setelah hujan berhenti, dipakainya kembali bajunya. Semua orang takjub melihat bajunya yang kering, sementara baju mereka semuanya basah, padahal kuda yang mereka tunggangi lebih cepat.

Dengan perasaan heran, tuan rumah bertanya kepada sang alim, ”Mengapa bajumu tetap kering?” ”Masalahnya kamu berorientasi pada kuda, bukan pada baju,” jawab sang alim ringan sambil berlalu meninggalkan tuan rumah.

Dalam perjalanan hidup, kadangkala kita mengalami kesalahan orientasi (persepsi) seperti tuan rumah dalam cerita di atas. Kita menginginkan sesuatu namun tidak memiliki orientasi seperti yang diinginkan, sehingga akhirnya kita tidak mendapatkan apa yang diinginkan.

Begitu pula dalam menjalankan ibadah Ramadhan. Banyak orang yang menginginkan ibadahnya di bulan Ramadhan dapat merubah dirinya menjadi lebih baik. Namun setelah Ramadhan, ternyata sifat dan perilakunya kembali seperti semula. Tak berubah secara signifikan. Ia hanya mendapatkan lapar dan haus. Persis seperti yang disabdakan Nabi saw, ”Betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi ia tidak mendapatkan apa pun, kecuali lapar dan haus.”

Hal itu karena orientasinya keliru. Ia tidak tahu hikmah di balik keagungan bulan Ramadhan. Salah satu dari sekian banyak hikmah Ramadhan yang sering dilupakan orang adalah fungsinya sebagai pembangkit semangat hidup. Ramadhan sesungguhnya adalah bulan motivasi (syahrul hamasah). Ramadhan semestinya mampu menjadikan setiap muslim yang beribadah di dalamnya menjadi termotivasi hidupnya.

Coba kita lihat apa yang terjadi pada diri nenek moyang kita (para sahabat dan ulama sholihin) setelah ditempa Ramadhan. Mereka menjadikan Ramadhan sebagai ajang pembakaran semangat yang membara. Sejarah mencatat dengan tinta emas sepak terjang mereka yang produktif. Banyak orang yang tak tahu, karena memiliki motivasi yang tinggi, umat Islam terdahulu menjadi penguasa dunia selama lebih kurang 14 abad. Lebih lama daripada kejayaan Eropa. Apalagi dari Amerika yang baru berjaya di akhir abad ini.

Kejayaan Islam yang demikian lama di masa lalu tak bisa dipisahkan dari semangat nenek moyang kita untuk selalu bersemangat dan produktif dalam berkarya. Beberapa contoh bisa disebutkan di sini. Ibnu Jarir, misalnya, mampu menulis 14 halaman dalam sehari selama 72 tahun. Ibnu Taymiyah menulis 200 buku sepanjang hidupnya. Imam Ghazali adalah peneliti di bidang tasawuf, politik, ekonomi dan budaya sekaligus. Al-Alusi mengajar 24 pelajaran dalam sehari. Sedang Jabir bin Abdullah rela menempuh perjalanan selama satu bulan demi mendapatkan satu riwayat hadits. Fatimah binti Syafi’i pernah menggantikan lampu penerangan untuk ayahnya (Imam Syafi’i) sebanyak 70 kali.

Semangat mereka terangkum dalam perkataan Abu Musa Al-Asy’ari ra.yang pernah ditanya oleh sahabatnya, ”Mengapa Anda tidak pernah mengistirahatkan diri Anda?” Abu Musa menjawab, ”Itu tidak mungkin, sesungguhnya yang akan menang adalah kuda pacuan!” Suatu ungkapan indah yang menggambarkan semangat yang membara, jiwa yang selalu ingin berkompetisi, berani dan pantang menyerah.

Semangat Itu Ada di Depan Kita

Semangat nenek moyang kita yang luar biasa dalam beramal tak bisa dilepaskan dari orientasi mereka yang benar terhadap fungsi ibadah dalam Islam, termasuk fungsi ibadah Ramadhan sebagai ajang melejitkan motivasi (achievement motivation training). Beda dengan kebanyakan kaum muslimin saat ini yang lebih memahami ibadah Ramadhan sebagai kegiatan seremonial dan tradisi tanpa makna.

Beberapa bukti yang menunjukkan fungsi Ramadhan sebagai bulan pemotivasian adalah:

1. Shaum (puasa)

Tahukah Anda bahwa kekuatan semangat dapat mengalahkan kekuatan fisik? Itulah yang Allah latih kepada kita di bulan Ramadhan. Selama sebulan kita dilatih untuk mengalahkan nafsu yang berasal dari tubuh kasar kita; nafsu makan, minum, dan seksual. Kenyataannya, di bulan Ramadhan kita mampu mengalahkan tarikan nafsu demi memenangkan semangat ruh kita.

Sayangnya, latihan itu tidak dilanjutkan dalam skala kehidupan yang lebih luas dan dalam waktu yang lebih lama setelah Ramadhan, sehingga banyak di antara kita yang hidupnya tidak bersemangat dan produktif dalam beramal. Padahal kunci motivasi itu adalah kemampuan mengalahkan kekuatan fisik. Itulah yang kita lihat pada diri Abdullah bin Ummi Maktum ra.yang matanya buta tapi ngotot untuk ikut berperang bersama Rasulullah. Juga pada diri Cut Nyak Dien atau Jenderal Sudirman, yang pantang menyerah kepada pasukan kolonial walau dalam kondisi sakit parah.

2. Tarawih

Ramadhan sebagai syahrul hamasah juga terlihat dalam pelaksanaan sholat tarawih. Sholat tarawih artinya sholat (di waktu malam) yang dilakukan dengan santai. Di zaman sahabat, sholat tarawih biasa dilakukan sepanjang malam. Dengan bacaan yang panjang dan diselingi juga dengan istirahat yang lama. Bahkan pernah dalam satu riwayat, para sahabat melakukan sholat tarawih berjama’ah sampai menjelang subuh.

Hikmah dari ibadah tarawih yang dilakukan dengan santai dan tidak terburu-buru adalah untuk membentuk watak kesabaran dan ketekunan. Kita tahu, kesabaran dan ketekunan adalah kunci dari motivasi. Tidak mungkin seseorang itu termotivasi dan produktif berkarya tanpa memiliki sifat sabar dan tekun. Watak inilah yang dimiliki oleh nenek moyang kita, sehingga mereka menjadi umat yang jaya di masa lalu.

Hal ini berbeda dengan pelaksanaan sholat tarawih di masa kini. Di mana waktunya tidak lebih dari 1-2 jam. Bahkan seringkali dilakukan tergesa-gesa. Hikmah tarawih sebagai ibadah yang melatih watak kesabaran dan ketekunan menjadi hilang, sehingga lenyap pulalah salah satu sarana pelatihan umat Islam untuk menjadi orang yang termotivasi hidupnya.

3. I’tikaf

Sarana lain yang disediakan Allah SWT untuk membentuk ruh semangat adalah i’tikaf. Ibadah i’tikaf berarti diam menyepi (untuk mengingat Allah) dan meninggalkan kesibukan duniawi. Bagi laki-laki, i’tikaf dilakukan di masjid. Sedang bagi perempuan dilakukan pada ruangan khusus di rumahnya.

Nabi Muhammad saw tidak pernah meninggalkan ibadah i’tikaf ini sepanjang hidupnya. Hal ini juga dilakukan oleh para sahabat dan orang-orang sholih sepeninggal beliau. Sudah menjadi hal yang lazim di masa nenek moyang kita bahwa setiap Ramadhan masjid penuh dengan orang-orang yang i’tikaf.

Bandingkan dengan kondisi sekarang. I’tikaf menjadi ibadah yang asing bagi kebanyakan kaum muslimin. Padahal ibadah ini sangat penting untuk kontemplasi diri. Dalam i’tikaf, kita melakukan uzlah (pertapaan) sebagai modal penting untuk bangkit dari keterpurukan atau sebagai momen untuk berubah. Nabi Muhammad saw berubah dari manusia biasa menjadi manusia luar biasa (nabi) setelah uzlah ke Gua Hiro. Lalu Allah menggantikan sarana uzlah tersebut dengan i’tikaf untuk kita. Agar kita meniru perubahan menjadi manusia luar biasa tersebut seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad saw.

Allah meminta kita agar mengulangi momen uzlah tersebut setiap tahun, sehingga kita selalu termotivasi untuk berubah semakin baik dari tahun ke tahun. Dari bulan ke bulan. Bahkan dari hari ke hari. Nabi saw bersabda, ”Barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemaren, ia celaka. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemaren, ia merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih baik dari kemaren, ia beruntung.”

Ramadhan sebagai bulan pemotivasian seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh kita semua. Sungguh beruntunglah mereka yang menggunakan Ramadhan sebagai ajang peningkatan motivasi hidupnya. Lalu dengan modal Ramadhan ia mengisi hari-harinya di luar Ramadhan dengan semangat yang membara untuk beramal melesat ke angkasa kemuliaan. Sungguh, ada semangat dalam Ramadhan.**

Satria Hadi Lubis, MM, MBA
Sumber : Eramuslim.com tgl.21 September 2006

Senin, September 18, 2006

Mari Bersabar

Allah SWT berfirman : “Dan jika Kami rasakan kepadanya suatu kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata : ” Telah hilang bencana-bencana itu dariku”, sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga, kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal shaleh, mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar”. (Qs. Hud : 10-11)

Kehidupan didunia ini pada hakikatnya adalah belantara ujian, yang hanya akan mampu jika dihadapi dengan kesabaran. Karena terkadang ujian bersifat nuansa kenikmatan atau kepedihan. Berbentuk kebahagiaan/kesusahan, ketenangan/kebimbangan. Kehidupan ini tidak terlepas dari dua fenomena tsb dengan silih berganti.

Bisa dibayangkan, tanpa kesabaran manusia akan terguncang jiwanya, stress akibat deraan kesulitan yang menimpa. Tanpa kesabaran seseorang akan mengalami depresi ketika harus menerima kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan. Tanpa kesabaran seseorang bisa menjadi sombong karena memiliki harta/jabatan. Tanpa kesabaran seseorang bisa bersifat anarki kala memiliki otoritas dan fasilitas.

Kesabaran merupakan sikap yang paling dasar, yang harus dimiliki setiap orang khususnya yang beriman. Karena kedudukan sabar dalam keimanan ibarat kepala yang berada diatas dan sangat menentukan pada kondisi jasad. “Tidak ada iman tanpa sabar” Itulah yang diilustrasikan oleh Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah.

Begitu pentingnya sikap sabar sehingga Al Qur’an menyimpulkannya lebih dari 90 tempat. Sikap sabar yang mutlak hamper mencakup semua sikap positif seseorang dalam menghadapi kenyataan hidup. Sabar dalam menghadapi ujian, sabar menahan nafsu perut, sabar dalam peperangan, sabar dalam menahan nafsu amarah, sabar dalam menghadai musibah, sabar dalam menjaga dan menutup aib (rahasia), sabar dalam memiliki tahta/harta, sabar dalam menghadapi taqdir (ketentuan) Allah dsb.

Melalui penerapan sikap sabar, dapat terlihat banyak indikasi tanda-tanda keimanan yang terukur. Rasulullah SAW menegaskan bahwa, “Iman itu terdiri dari dua bagian. Satu bagian ada pada sikap syukur da satu bagian ada pada sikap sabar”. Dalam sabda lain : “Kesabaran adalah sebagian dari iman dan keyakinan adalah segalanya”.

Secara garis besar sabar dapat disimpulkan menjadi dua :

  1. Sabar dalam konteks badani è Menahan segala bentuk beban dan kesulitan yang dirasakan oelh tubuh dalam menunaikan perintah Allah SWT.
  1. Sabar dalam konteks jiwa (nafs) è Menahan kehendak nafsu dan keinginan-keinginan yang bersifat naluriah.


Sabar yang menyangkut dengan keinginan hawa nafsu. Maksudnya, sabar ketika seseorang mengalami kesenangan/memperoleh nikmat.
Para sahabat tegas2 menyatakan bahwa mereka lebih berat untuk bersabar tatkala diuji dengan sesuatu yg sesuai dengan selera nafsunya.

Abdurrahman bin Auf berkata, “Kami diuji dengan kesulitan dan kami mampu bersabar menghadapinya. Tetapi kami diuji dengan kesenangan ternyata kami tidak sabar” (Mukhtashar Minhajul Qashidin, 270).

Sabar terhadap hal yg bertentangan dengan keinginan hawa nafsu. Sebagaimana yg dikisahkan oleh salamah bin Dinar ketika menasehati Sulaiman bin bdul Malik, salah seorang penguasa di jaman dulu. “Wahai Amirul Mu’minin, orang yg paling mulia adalah orang yg paling bertaqwa, orang yg berakal adalah orang yg ta’at kepaa Allah, beramal dan mengajak orang kepada keta’atan itu sesang orang yg paling bodoh adalah orang yg zhalim lagi tenggelam dalam hawa nafsunya, ia rela menjual akhirat nyadengan hawa nafsunya.”

Mengenai kesabaran dalam hal ini terbagi dalam 3 bentuk :

  1. Sabar dalam melaksanakan keta’atan. è Kesabaan seperti ini diperlukan pada sebelum, sedang dan setelah melakukan amal shaleh. Seseorang hendaknyya sabar dalam beribadah dengan memperbaiki/meluruskan niat yg ikhlas karena Allah.
  1. Sabar dari melakukan kemaksiatan è Sikap sabar seperti ini hanya dimiliki oleh orang yang takut kepada Allah. Karena ia meyakini bahwa segala amal perbuatannya senantiasa merasa diawasi oleh Allah Ta’ala sehingga ia akan tetap berpegang teguh kepada kehendak dan kekuasaan Nya dengan sikap tunduk dan patuh (sami’na wa ato’na).
  1. Sabar terhadap kenyataan yang terjadi diluar keinginan. è Ketika menghadapi musibah /bencana yg menimpa harta dan jiwa.


Dengan 3 bentuk kesabaran diatas, mari kita mulai dengan yg paling mudah menuju pada yg agak sulit dan siap menghadapi yg sangat sulit. Sadarilah bahwa kenyataan (ketentuan Allah) yg terjadi ternyata tidak layak direspon dengan kekecewaan/keputusasaan. Karena didalamnya tersimpan rahasia allah yang tidak diketahui oleh siapapun.

Apalagi disetiap ujian yang menimpa orang-orang yang beriman selalu diiringi dengan pahala, ampunan dosa, dan merupakan indikasi (tanda) cinta kasih Allah Ta’ala. Sehingga lulusnya seseorang dalam ujian menjadi bukti meningkatnya kualitas keimanan.

Perbanyak do’a (mohon perlindungan Allah) agar dilimpahkan kesabaran. “….. Ya Tuhan kami limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada Mu)”. (QS. Al A’raf (7) : 126)

Sumber : Lembaran Da’wah Hanif No.3/th.xviii/20 januari 2006

Rabu, September 06, 2006

"Ternyata Air Dapat Mendengar"

"Dan Kami ciptakan dari air segala sesuatu yang hidup."(Q.S. Al Anbiya:30)

Dalam kitab-kitab tafsir klasik, ayat tadi diartikan bahwa tanpa air semua akan mati kehausan. Tetapi di Jepang, Dr. Masaru Emoto dari Universitas Yokohama dengan tekun melakukan penelitian tentang perilaku air dengan hasil seperti tersebut di bawah ini.

Air murni dari mata air di Pulau Honshu didoakan secara agama Shinto, lalu didinginkan sampai -5oC di laboratorium, lantas difoto dengan mikroskop elektron dengan kamera kecepatan tinggi. Ternyata molekul air membentuk kristal segi enam yang indah.

  1. Percobaan diulangi dengan membacakan kata, "Arigato (terima kasih dalam bahasa Jepang)" didepan botol air tadi. Kristal kembali membentuk sangat indah.
  2. Lalu dicoba dengan menghadapkan tulisan huruf Jepang, "Arigato". Kristal membentuk dengan keindahan yang sama.
  3. Selanjutnya ditunjukkan kata "setan", kristal berbentuk buruk.
  4. Diputarkan musik Symphony Mozart, kristal muncul berbentuk bunga.
  5. Ketika musik heavy metal diperdengarkan, kristal hancur.

Ketika 500 orang berkonsentrasi memusatkan pesan "peace" di depan sebotol air, kristal air tadi mengembang bercabang-cabang dengan indahnya. Dan ketika dicoba dibacakan doa Islam, kristal bersegi enam dengan lima cabang daun muncul berkilauan. Subhanallah.

Dr. Emoto akhirnya berkeliling dunia melakukan percobaan dengan air di Swiss, Berlin, Prancis, Palestina, dan ia kemudian diundang ke Markas Besar PBB di New York untuk mempresentasikan temuannya pada bulan Maret 2005 lalu. Ternyata air bisa "mendengar" kata-kata, bisa "membaca" tulisan, dan bisa "mengerti" pesan. Dalam bukunya The Hidden Message in Water, Dr. Masaru Emoto menguraikan bahwa air bersifat bisa merekam pesan, seperti pita magnetik atau compact disk.

Semakin kuat konsentrasi pemberi pesan, semakin dalam pesan tercetak di air. Air bisa mentransfer pesan tadi melalui molekul air yang lain. Barangkali temuan ini bisa menjelaskan, kenapa air putih yang didoakan bisa menyembuhkan si sakit. Dulu ini kita anggap musyrik, atau paling sedikit kita anggap sekadar sugesti, tetapi ternyata molekul air itu menangkap pesan doa kesembuhan, menyimpannya, lalu vibrasinya merambat kepada molekul air lain yang ada di tubuh si sakit.

Tubuh manusia memang 75% terdiri atas air. Otak 74,5% air. Darah 82% air. Tulang yang keras pun mengandung 22% air.

Air putih galon dirumah, bisa setiap hari didoakan dengan khusyu kepada Allah, agar anak yang meminumnya saleh, sehat, dan cerdas, dan agar suami yang meminum tetap setia. Air tadi akan berproses di tubuh meneruskan pesan kepada air di otak dan pembuluh darah. Dengan izin Allah, pesan tadi akan dilaksanakan tubuh tanpa kita sadari. Bila air minum di suatu kota didoakan dengan serius untuk kesalehan, insya Allah semua penduduk yang meminumnya akan menjadi baik dan tidak beringas.

Rasulullah saw. bersabda, "Zamzam lima syuriba lahu", "Air zamzam akan melaksanakan pesan dan niat yang meminumnya". Barangsiapa minum supaya kenyang, dia akan kenyang. Barangsiapa minum untuk menyembuhkan sakit, dia akan
sembuh. Subhanallah ... Pantaslah air zamzam begitu berkhasiat karena dia menyimpan pesan doa jutaan manusia selama ribuan tahun sejak Nabi Ibrahim a.s.

Bila kita renungkan berpuluh ayat Al Quran tentang air, kita akan tersentak bahwa Allah rupanya selalu menarik perhatian kita kepada air. Bahwa air tidak sekadar benda mati. Dia menyimpan kekuatan, daya rekam, daya penyembuh, dan sifat-sifat aneh lagi yang menunggu disingkap manusia. Islam adalah agama yang paling melekat dengan air. Shalat wajib perlu air wudlu 5 kali sehari. Habis bercampur, suami istri wajib mandi. Mati pun wajib dimandikan. Tidak ada agama lain yang menyuruh memandikan jenazah, malahan ada yang dibakar. Tetapi kita belum melakukan zikir air. Kita masih perlakukan air tanpa respek. Kita buang secara mubazir, bahkan kita cemari. Astaghfirullah.

Seorang ilmuwan Jepang telah merintis. Ilmuwan muslim harus melanjutkan kajian kehidupan ini berdasarkan Al Quran dan hadis.

Wallahu a'lam ...