Allah SWT berfirman : “Dan jika Kami rasakan kepadanya suatu kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata : ” Telah hilang bencana-bencana itu dariku”, sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga, kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal shaleh, mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar”. (Qs. Hud : 10-11)
Kehidupan didunia ini pada hakikatnya adalah belantara ujian, yang hanya akan mampu jika dihadapi dengan kesabaran. Karena terkadang ujian bersifat nuansa kenikmatan atau kepedihan. Berbentuk kebahagiaan/kesusahan, ketenangan/kebimbangan. Kehidupan ini tidak terlepas dari dua fenomena tsb dengan silih berganti.
Bisa dibayangkan, tanpa kesabaran manusia akan terguncang jiwanya, stress akibat deraan kesulitan yang menimpa. Tanpa kesabaran seseorang akan mengalami depresi ketika harus menerima kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan. Tanpa kesabaran seseorang bisa menjadi sombong karena memiliki harta/jabatan. Tanpa kesabaran seseorang bisa bersifat anarki kala memiliki otoritas dan fasilitas.
Kesabaran merupakan sikap yang paling dasar, yang harus dimiliki setiap orang khususnya yang beriman. Karena kedudukan sabar dalam keimanan ibarat kepala yang berada diatas dan sangat menentukan pada kondisi jasad. “Tidak ada iman tanpa sabar” Itulah yang diilustrasikan oleh Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah.
Begitu pentingnya sikap sabar sehingga Al Qur’an menyimpulkannya lebih dari 90 tempat. Sikap sabar yang mutlak hamper mencakup semua sikap positif seseorang dalam menghadapi kenyataan hidup. Sabar dalam menghadapi ujian, sabar menahan nafsu perut, sabar dalam peperangan, sabar dalam menahan nafsu amarah, sabar dalam menghadai musibah, sabar dalam menjaga dan menutup aib (rahasia), sabar dalam memiliki tahta/harta, sabar dalam menghadapi taqdir (ketentuan) Allah dsb.
Melalui penerapan sikap sabar, dapat terlihat banyak indikasi tanda-tanda keimanan yang terukur. Rasulullah SAW menegaskan bahwa, “Iman itu terdiri dari dua bagian. Satu bagian ada pada sikap syukur da satu bagian ada pada sikap sabar”. Dalam sabda lain : “Kesabaran adalah sebagian dari iman dan keyakinan adalah segalanya”.
Secara garis besar sabar dapat disimpulkan menjadi dua :
- Sabar dalam konteks badani è Menahan segala bentuk beban dan kesulitan yang dirasakan oelh tubuh dalam menunaikan perintah Allah SWT.
- Sabar dalam konteks jiwa (nafs) è Menahan kehendak nafsu dan keinginan-keinginan yang bersifat naluriah.
Sabar yang menyangkut dengan keinginan hawa nafsu. Maksudnya, sabar ketika seseorang mengalami kesenangan/memperoleh nikmat.
Abdurrahman bin Auf berkata, “Kami diuji dengan kesulitan dan kami mampu bersabar menghadapinya. Tetapi kami diuji dengan kesenangan ternyata kami tidak sabar” (Mukhtashar Minhajul Qashidin, 270).
Sabar terhadap hal yg bertentangan dengan keinginan hawa nafsu. Sebagaimana yg dikisahkan oleh salamah bin Dinar ketika menasehati Sulaiman bin bdul Malik, salah seorang penguasa di jaman dulu. “Wahai Amirul Mu’minin, orang yg paling mulia adalah orang yg paling bertaqwa, orang yg berakal adalah orang yg ta’at kepaa Allah, beramal dan mengajak orang kepada keta’atan itu sesang orang yg paling bodoh adalah orang yg zhalim lagi tenggelam dalam hawa nafsunya, ia rela menjual akhirat nyadengan hawa nafsunya.”
Mengenai kesabaran dalam hal ini terbagi dalam 3 bentuk :
- Sabar dalam melaksanakan keta’atan. è Kesabaan seperti ini diperlukan pada sebelum, sedang dan setelah melakukan amal shaleh. Seseorang hendaknyya sabar dalam beribadah dengan memperbaiki/meluruskan niat yg ikhlas karena Allah.
- Sabar dari melakukan kemaksiatan è Sikap sabar seperti ini hanya dimiliki oleh orang yang takut kepada Allah. Karena ia meyakini bahwa segala amal perbuatannya senantiasa merasa diawasi oleh Allah Ta’ala sehingga ia akan tetap berpegang teguh kepada kehendak dan kekuasaan Nya dengan sikap tunduk dan patuh (sami’na wa ato’na).
- Sabar terhadap kenyataan yang terjadi diluar keinginan. è Ketika menghadapi musibah /bencana yg menimpa harta dan jiwa.
Dengan 3 bentuk kesabaran diatas, mari kita mulai dengan yg paling mudah menuju pada yg agak sulit dan siap menghadapi yg sangat sulit. Sadarilah bahwa kenyataan (ketentuan Allah) yg terjadi ternyata tidak layak direspon dengan kekecewaan/keputusasaan. Karena didalamnya tersimpan rahasia allah yang tidak diketahui oleh siapapun.
Apalagi disetiap ujian yang menimpa orang-orang yang beriman selalu diiringi dengan pahala, ampunan dosa, dan merupakan indikasi (tanda) cinta kasih Allah Ta’ala. Sehingga lulusnya seseorang dalam ujian menjadi bukti meningkatnya kualitas keimanan.
Perbanyak do’a (mohon perlindungan Allah) agar dilimpahkan kesabaran. “….. Ya Tuhan kami limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada Mu)”. (QS. Al A’raf (7) : 126)
Sumber : Lembaran Da’wah Hanif No.3/th.xviii/20 januari 2006
0 komentar:
Posting Komentar