Sahabat
kesayangan Nabi SAW, Abu Hurairah RA meriwayatkan sebuah hadis mengenai
ketulusan seorang dermawan pada masa lampau. Suatu hari lelaki itu berkata,
“Malam ini aku akan bersedekah.” Lalu, ia pun memberi sedekah kepada orang yang
ditemuinya. Keesokan hari, rupanya menjadi buah bibir orang karena yang
menerima adalah seorang pelacur.Ia pun menyesalinya dan berdoa, “Ya Allah,
segala puji bagi-Mu yang menakdirkan sedekahku jatuh ke tangan pelacur. Aku
akan bersedekah lagi.”
Pada malam berikutnya, ia memberi
sedekah kepada orang yang dijumpai. Namun pada pagi hari, lagi-lagi menjadi
bahan cemoohan karena sedekahnya diterima oleh orang berada. Lelaki itu pun
tambah gundah dan berkata, “Ya Allah, segala puji bagi-Mu, ternyata sedekahku
jatuh ke tangan orang kaya. Aku akan bersedekah lagi.”
Berharap tidak keliru lagi, malam
itu, ia pun berse dekah kepada seseorang. Namun, esok hari ramai lagi
dibicarakan khalayak dan menyayangkan sedekahnya diterima oleh seorang pencuri.
Mendengar hal itu, ia merasa gagal untuk bersedekah kepada orang yang tepat.
Lalu berucap, “Ya Allah, segala puji bagi-Mu, rupanya sedekahku diterima oleh
seorang pelacur, orang kaya, dan pencuri.”
Suatu malam, ia bermimpi
didatangi seorang malaikat dan berkata, “Sedekahmu telah diterima Allah. Adapun
sedekah yang jatuh ke tangan pelacur, semoga ia berhenti melacurkan diri.
Sedekahmu kepada orang kaya, kiranya ia sadar dan mau berbagi. Sementara,
sedekahmu kepada pencuri akan membuatnya berhenti mencuri.” (HR Bukhari).
Kisah
inspiratif ini relevan sekali dalam upaya kita membangun karakter kedermawanan
pada anak-anak. Paling tidak, ada tiga pesan berharga di dalamnya,
yakni:Pertama, dasar utama segala perbuatan baik adalah ketulusan (ikhlas),
semata karena Allah SWT (QS.98: 5).Menjaga keikhlasan dalam berbuat kebajikan
sering kali dinodai oleh penyaki hati, yakni selalu ingin dilihat (riya`)dan
ingin dipuji (sum’ah), yang akhirnya menjadi `ujub (kagum pada diri sendiri).
Kedua, jika sedekah itu untuk
seseorang, lebih utama sembunyi. Seseorang akan mendapat perlindungan Allah
pada hari kiamat karena bersedekah diam-diam sehingga tangan kiri tidak tahu
apa yang diberikan tangan kanan (HR Bukhari). Namun, jika mampu menjaga hati,
sedekah terbuka tetap dianjurkan (QS.93: 11).
Ketiga,
sedekah yang tulus tidak akan diabaikan dan pasti mendapat ganjaran dari Allah
SWT. Sebab, sedekah akan memberikan dampak positif tersendiri bagi penerimanya,
apa pun latar belakang, status sosial, bahkan agamanya. Kisah di atas
menegaskan, walaupun diterima seorang pelacur, orang kaya, dan pencuri,
terselip secercah harapan di dalamnya.
Demikian pula halnya, ketika kita
bersedekah untuk korban bencana Lombok NTB yang menelan korban 300 orang lebih
meninggal dunia, luka-luka berat, dan kehilangan harta benda. Begitu pun,
ketika kita memberi sumbangan dalam rangka memeriahkan HUT Kemerdekaan ke-73
RI. Tak usah risau siapa yang akan menerimanya karena sedekah kita akan
bernilai kebajikan dalam merajut kebersamaan anak bangsa dan tanda syukur atas
nikmat Allah SWT.
Sungguh,
sedekah yang tulus tak akan pernah salah sasaran dan selalu memberi maslahat
bagi penerimanya.Tentulah, Allah SWT akan memberikan balasan yang berlipat
ganda di dunia dan akhirat kelak (QS. 2: 261-262). Insya Allah, kedermawanan
itu pula yang akan menjadi karakter anak-anak kita, amin. Allahu a’lam
bish-shawab.
Dr. Hasan Basri Tanjung