Suatu hari Aisyah didatangi oleh tiga orang, mereka adalah Atha’, Ibnu Umar, dan Ubaid bin ‘Amr. Mereka bertiga meminta kepada Aisyah kiranya bersedia menceritakan hadits yang paling menakjubkan dari Nabi. Aisyahpun menangis, lalu ia menceritakan bahwa pada suatu malam, tepat pada gilirannya, datanglah Rasululloh SAW, kulit beliaupun bersentuhan dengan kulitnya, kemudian sabda beliau : “Hai Aisyah, ijinkanlah aku beribadah kepada Tuhanku”, Saya menjawab, Sesungguhnya aku menyukai hawa nafsuku, tapi aku lebih menyukai bila engkau mendekatkan diri kepada Allah ta’ala.
Beliaupun lalu bangkit untuk bertaqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) didalam rumah. Tak lama kemudian beliau menangis, kemudian berwudhu, banyak sekali air yang dikucurkan. Beliaupun kemudian membuka Al Qur’an lalu menangis lagi sehingga airmatanya jatuh ke tanah.
Esok harinya Bilal datang, iapun turut menangis. Saat itu ia bertanya, “Ya Rasululloh, ku tebus engkau dengan bapak ibuku, kenapa tuan menangis? Sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa yang tuan lakukan maupun yang belum.” Rasululloh menjawab :”Tidak pantaskah sekiranya aku menjadi orang yang paling banyak bersyukur? Kenapakah aku tidak boleh menangis, sedang Allah SWT telah menurunkan ayat ini tadi malam, lalu beliau membacakan ayatnya : “Seseungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda kebesaran allah bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka.” (QS. Ali Imran 190-191)
Lantas Rasululloh melanjutkan sabdanya, “ Hai Bilal, tiada yang mampu memadamkan neraka itu selain airmata. Celakalah orang yang membaca ayat ini sedang ia tidak memikirkan isinya.”
Dalam kitab Mau’idhah dijelaskan bahwa bila tiba hari kiamat, maka keluarlah dari neraka jahim gumpalan api sebesr gunung. Api itmenuju kearah ummat Muhammad SAW, maka Rasululloh berusaha untuk menolaknya, tap tidak bisa. Lalu Nabi memanggil malaikat Jibril, “Hai Jibril, hal Jibril sungguh api ini benar-benar menuju ummatku dan akan membakar mereka.”
Malaikat Jibril datang membawa segelas air yang diberikan kepada Rasululloh, lalu ia berkata, “Ya Rasululloh ambillah air ini dan percikkan ke api itu.” Ketika air dipercikkan, seketika itu api menjadi padam. Rasululloh kemudian bertanya pada Jibril, air apakah itu, yang belum pernah dilihatnya mampu memadamkan api sebesar itu.
“Air ini tidak lain adalah airmata ummatmu yang menangis karena takut kepada Allah ta’ala dalam kesendirian. Tuhanmu telah memerintahkan aku untuk mengambilnya dan menjaganya sampai saat kau membutuhkan untuk memadamkan api yang menuju ummatmu.”
Suatu kali Nabi bersabda, “ Sekiranya engkau tahu apa yang aku ketahui, niscaya engkau banyak menangis dan sedikit tertawa.”
Menangis bukan suatu yang tercela, menangis bukan indikasi kerapuhan.jiwa. Malah merupakan kepekaan hati, ketajaman jiwa dan kebeningan perasaan. Orang yang sulit menangis pertanda hatinya telah keras, kering dan tak berperasaan.
Di dunia ini banyak orang menangis, tapi yang menangis karena takut pada Allah amatlah sedikit. Hanya orang-orang yang mampu berdzikir, mengingat Allah dengan khusyu’, taqarrub dan bermunajat kepada Nya, sedang orang yang lalai tak mungkin bisa melakukan ini.
Menangis karena takut kepada Allah mempunyai kedudukan yang tinggi. Rasululloh menggolongkan orang yang senantiasa menangis karena Allah termasuk tujuh golongan yang akan mendapat perlindungan Allah pada hari kiamat, ketika tidak ada perlindungan kecuali dari_Nya. Mereka adalah seorang yang senantiasa menyebut-nyebut nama Allah dimasa lapang, lalu kelopak matanya digenangi air mata.
Kita mengenal Umar bin Khattab ra. Sebagai manusia yang sangat tegas dalam semua sikapnya dank eras dalam semua tindakannya, karenanya Umar dijuluki Al Faruq, yang berarti sang pembeda. Akan tetapi ketegasan Umar dalam penamilan bukan menunjukkan kekerasan hatinya. Ia bahkan sangat halus perasaan, mudah menangis jadinya, bahkan dikedua pipi Umar terdapat bekas aliran airmata. Umar biasa mencatat semua amalannya. Ia selalu membawa buku harian, yang mencatat seluruh gerak-geriknya, dari jam ke jam. Bila sudah sepekan, tepat pada hari jum’at, buku harian itu dibuka. Bila ia menemukan catatan amalan yang tidak diridhai Allah, maka ia pukul dirinya dengan cemeti sambil berkata : “Apa demikian ini perbuatanku?”.
Setiap Umar mendengar ayat suci Al Qur’an dibacakan, ia sangat khusyu’ mendengarnya. Namun bila sudah mendengar ayat yang menerangkan tentang siksa akhirat, ia tersungkur pingsan.
Suatu saat ada seorang qori membaca ayat : “Sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi, tidak seorangpun yang dapat menolaknya.” (QS.Ath-Thuur : 7-8). Seketika itu juga Umar jatuh dari kendaraannya, pingsan. Ia dibawa kerumahnya oleh sahabat-sahabatnya. Sejak itu ia tidak keluar rumah hingga sebulan.
“Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS.Maryam : 58)
Hal inilah yang menyebabkan para sahabat Nabi dijuluki sebagai orang yang bila malam hari seperti rahib, sedang siang harinya diibaratkan seperti singa. Dimalam hari mereka khusu’ ibadah, mengasah hati uraninya, mensucikan jwanya, taqarub kepada Allah SWT, akan tetapi jika sudah saatnya siang, mereka berlomba ke medan kehidupan. Mereka selesaikan semua urusan dunia dengan sempurna apalagi dalam peperangan mereka giat dan sigap seperti singa.
Bagaimana dengan kita? Kita juga menangis, tapi bukan takut karena Allah, bukan juga karena khawatir akan siksa-Nya. Kita menangis karena hal lain yang sebetulnya tak pantas ditangisi.
Sepantasnya kita mudah menangs dan menyesal, bagaimana tidak, tugas-tugas sebagai hamba dan khalifah dimuka bumi ini belum banyak yang kita tunaikan dengan sempurna, sedang kematian itu pasti terjadi dan pertanggung jawaban tak bisa ditawar-tawar lagi.
Jika kita termasuk orang yang sulit menangis bahkan dikala sendirian dalam munajat kepada Allah sekalipun, maka perlu diketahui bahwa hati nurani kita sedang kotor, entah oleh dosa kecil yang kita tumpuk atau dosa besar yang kita langgar. Maka tangisilah diri sendiri kenapa demikian? Karena peringatan-peringatan Allah SWT itu hanya berguna bagi mereka yang sehat akallnya, bersih jiwanya, bening hatinya. Sedang bagi mereka yang telah tertutup mata hatinya, maka peringatan Allah baik melalui ayat-ayat kauniyah berupa peristiwa alam, maupun ayat-ayat kauliyah berupa Al Qur’an dan Sunnah, tidak bermanfaat lagi.
Allah SWT berfirman : “Dan tidak dapat mengambil pelajaran, kecuali orang-orang yang berakal.” (QS. Al Baqarah : 269)
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang ia menyaksikannya.” (QS. Qaaf :37)
Sumber : Buletin Hidayatullah Edisi 10/23 Maret 2001/ 28 Dzulhijah 1421 H